Tempo.Co

Dana Desa Peluang untuk Sejahterakan Masyarakat
Kamis, 14 September 2017
Dana Desa Peluang untuk Sejahterakan Masyarakat

Dana desa menjadi peluang untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia. Dengan dana yang mencapai Rp 1 miliar per desa, implementasinya yang melibatkan masyarakat, serta anggaran dari pemerintah, dana desa diharapkan membangun daerah dan menguatkan energi di Indonesia.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Taufik Kurniawan mengatakan dunia saat ini sedang mengalami keseimbangan baru. "Hal itu ditandai dengan meledaknya jumlah penduduk dunia. Diprediksi puluhan tahun lagi dunia akan kehabisan energi dan akan muncul krisis energi, air, juga pangan," ujarnya saat menyampaikan kuliah umum bertema "Formulasi Kebijakan Publik Dalam Praktik: Peluang dan Tantangan" di Departemen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltitik (FISIP) Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, kemarin.

Dalam menjalankan kebijakan publik, khususnya implementasi dana desa, Taufik mengingatkan menggunakan konsep cooperative management, yakni academician, bussinessman, goverment, dan community (ABGC). Jika tidak melibatkan teori itu, Taufik menilai hal itu hanya seperti program yang turun dari langit sehingga tidak bisa dijalankan. “Peluang dana desa, apakah bisa menyejahterakan masyarakat, ini tergantung kita. Jika kita melibatkan ABGC, diharapkan dana desa yang mencapai Rp 1 miliar per desa dapat memakmurkan masyarakat,” katanya.

Legislator Partai Amanat Nasional itu menambahkan, konsep ABGC itu harus melibatkan masyarakat di desa itu sehingga semua stakeholder di desa itu terlibat dalam pemanfaatan dana desa. Bahkan, menurut Taufik, konsep ABGC itu juga bisa diterapkan di berbagai program lain.

Di sisi lain, Taufik mengingatkan pemerintah lebih berhati-hati mengimplementasikan penyaluran dana desa. Pasalnya, dengan anggaran yang mencapai Rp 60 triliun, akan berpotensi terjadi penyimpangan dalam penyalurannya ke tingkat desa. Apalagi belum adanya struktur organisasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi hingga tingkat desa menyebabkan lemahnya pengawasan.

Menurut legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah itu, hal ini menjadi titik krusial yang harus diperhatikan pemerintah. “Aspek pelaksanaan dana desa dari Kementerian Desa harus betul-betul ekstra prudent. Jangan sampai ada penyimpangan hanya karena permasalahan kurangnya tenaga pendampingan. Selain potensi adanya ruang penyalahgunaan kekuasaan, ada kalanya dana desa ini masuk ke rekening bupati yang seharusnya ke rekening desa. Ini yang menjadi titik krusial permasalahannya pada kurangnya struktur organisasi dari Kementerian Desa,” ujarnya. (*)