Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berkirim surat kepada pimpinan DPR RI dan meminta agar dilakukan Rapat Konsultasi dengan Presiden. Walau belum pernah ada Rapat Konsultasi antara DPR dengan Presiden, rapat ini dinilai penting. Tujuannya untuk menyampaikan hasil kerja Pansus kepada Presiden sehingga kepala negara mendapat input bahan pertimbangan menentukan arah politik penegakan hukum Indonesia ke depan.
Demikian hal ini disampaikan Wakil Ketua Pansus Angket DPR untuk KPK Masinton Pasaribu kepada pers di Gedung DPR RI Senayan, Senin 18 September 2017. Masinton didampingi Wakil Ketua Pansus Angket KPK Taufiqulhadi.
Disebutkan Masinton, Panitia Angket menemukan empat hal tentang KPK yang terkait dengan tata kelola pada aspek kelembagaan, aspek pengelolaan anggaran, aspek sumber daya manusia (SDM) dan perihal penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Dalam jumpa pers itu, pimpinan Pansus Angket KPK juga membawa lima koper berkas hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) Pansus Angket KPK, Hasil Audit BPK atas Laporan Keuangan KPK, Berkas Pengaduan Posko Angket KPK, Daftar Temuan Angket KPK dan Laporan Temuan Pansus Angket KPK.
Beberapa hal yang terkait dengan temuan tersebut diantaranya yakni bagaimana KPK mengelola harta rampasan atau aset sitaan. Dari rapat Pansus sebelumnya ditemukan bahwa harta rampasan KPK tidak didaftarkan pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Padahal, sesuai pasal 44 ayat (1) KUHAP, aset-aset sitaan harus dikelola Rupbasan. Selain itu, mengenai tata kelola Rumah Aman (safe house) KPK tidak sesuai standar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam hal SDM, menurut Masinton, di dalam kelembagaan KPK ada beberapa pegawai KPK yang diangkat tanpa persetujuan institusi pegawai tersebut. Dan, yang terkait dengan penegakan hukum KPK, Masinton menilai selama ini KPK telah bekerja melebihi batas kewenangan yang telah diatur dalam undang undang.
“Dari sisi aspek penegakan hukum, KPK melampaui kewenangannya. Dalam melaksanakan undang undang, KPK menafsirkan sendiri ketentuan perundang undangan yang sesungguhnya,” ujar Masinton.
Sementara itu, menurut Taufiq keterkaitan kerja Pansus sangat penting diketahui Presiden. Sebab selain kerja Pansus diatur dalam konstitusional, hasil kerja KPK juga diatur undang undang bahwa kinerjanya wajib diketahui Presiden, BPK dan DPR. Laporan ini akan memberikan pemahaman kepada Presiden dalam hal hubungan antar lembaga.
“Hasil temuan ini disampaikan kepada Presiden agar Presiden dapat mengkaji dan mempelajari, untuk menata politik hukum dan penataan pemberantasan korupsi ke depan agar semakin kokoh dan maju,” kata Taufiq.
hasil temuan dan rekomendasi Pansus Angket DPR RI untuk KPK ini akan diserahkan dalam Rapat Paripurna pada 28 September 2017. (*)