Konektivitas ekspor dan impor antardaerah yang ada di Indonesia maupun ke luar negeri, merupakan salah satu penunjang peningkatan ekonomi nasional. Selain itu konektivitas antardaerah di Indonesia yang terpisah lautan juga bisa meminimalisir disparitas harga kebutuhan pokok masyarakat di daerah yang jauh dari pusat. Untuk itulah Tim Pansus Pelindo berkunjung ke PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) yang ada di Makassar, guna melakukan pengawasan pada kinerja BUMN ini.
Kunjungan Kerja Spesifik ini dipimpin Wakil Ketua Pansus Pelindo Teguh Juwarno. Dia memaparkan sudah seharusnya Pelindo IV melakukan pengembangan dengan membangun port baru. Menurut dia pembangunan port baru di Pelindo IV tak bisa dihindarkan. “Kalau tidak dilakukan pengembangan, nanti yang terjadi akan stag pelayanannya. Kemudian dwelling time, akan bisa menjadi masalah lagi, yang ujungnya tidak menjadi kompetitif di dunia usaha ini. Yang harus disegerakan, membangun port baru. Itu sudah tidak bisa dihindarkan,” ujarnya di Pelindo IV, Makassar, Selasa, 19 September 2017.
Konektivitas Pelindo IV bisa menciptakan deflasi di Timur Indonesia. Ekspor langsung melalui konektivitas di Kawasan Timur membuka peluang misi dagang yang lebih besar. Hasil produksi petani dan pengrajin Sulawesi Selatan dan kawasan Timur Indonesia bisa langsung diangkut dari Makassar, ekspor ke 45 negara, dan sebaliknya impor bisa langsung tiba tanpa harus melalui Surabaya ataupun Tanjung Priok.
Menurut pihak Pelindo IV, dengan direct call biaya logistik dari dan ke Kawasan Timur Indonesia, pengusaha bisa menghemat biaya sekitar 40 persen. Terlebih lagi dengan pembangunan port baru, ke depan, proses ekspor langsung bisa dilakukan di daerah timur. Daerah-daerah seperti Maluku dan Ambon, untuk komoditas ekspornya, saat ini masih dipusatkan di Pelabuhan Makassar.
Menurut informasi dari Pelindo IV, target pada 2018 akhir sudah selesai tahap satu pembangunan port batu. Sedangkan target proyek tuntas pada 2026. Dengan luas wilayah Indonesia Timur 50 persen dari luas keseluruhan wilayah Indonesia, kini ekspor langsung sudah bisa menuju 54 negara dengan 65 produk. Biaya bisa dihemat dari awalnya Rp 4 juta per kontainer menjadi hanya Rp 1,7 juta. Itu karena waktu tempuhnya menjadi cepat. Untuk ekspor ke Cina dari 24 hari kini hanya 16 hari. (*)