Tempo.Co

Petani Berkurang, Swasembada Pangan Sulit Tercapai
Senin, 25 September 2017
Petani Berkurang, Swasembada Pangan Sulit Tercapai

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Indonesia semakin menurun. Ada dua hal yang menjadi alasannya. Pertama, pekerjaan itu dipandang tidak menguntungkan. Kedua, semakin  banyak alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman atau industri.

Wakil  Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Viva Yoga Mauladi mengatakan jika situasi itu tidak berubah,  Indonesia akan mengalami krisis sumber pangan. Padahal, program pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini adalah mewujudkan Indonesia swasembada pangan, yakni kemandirian dalam membangun sumber pangan.

“Perlu political will dari pemerintah, terutama dari kebijakan anggaran. Sebab, total yang didapatkan Kementerian Pertanian adalah 1 persen dari total APBN. Dari total dana itu, apa mungkin bagi Indonesia mewujudkan swasembada pangan? Saya rasa sulit,” kata Viva usai memimpin Rapat Komisi IV DPR bersama Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia di Jakarta, Senin, 25 September 2017.

Idealnya, dibutuhkan sekitar 5 persen alokasi dana dari APBN untuk membantu mengembangkan serta meningkatkan pertanian Indonesia sehingga terwujud kemandirian atau swasembada pangan.

Menurut Viva, pemerintah perlu menunjukkan upaya meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan bagi petani serta nelayan. Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya membangun swasembada pangan, namun reformasi agraria berjalan sangat lamban.

Upaya  membantu kesejahteraan petani dan peternak sangat penting. Sebab, secara turun temurun pekerjaan bertani, melaut, ataupun beternak sudah menjadi way of life. Pekerjaan di sawah, ladang, atau laut itu tidak karena mencukupi ekonomi atau memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, tapi melibatkan kehidupan sosial dan budaya yang sudah tertanam di masyarakat.

Program cetak sawah baru seluas 100 ribu hektar per tahun dinilai Viva tidak seimbang jika kemudian pembangunan industri juga berkembang pesat.  Selain itu, penggunaan lahan pertanian pun harus hati-hati. Tanah yang digunakan untuk kepentingan pertanian adalah lahan milik pemerintah sehingga tidak terjadi konflik horizontal, sehingga berkaitan dengan alih fungsi lahan ini perlu dilakukan koordinasi antar kementerian, termasuk melibatkan masukan dari masyarakat desa Perhutani dan lembaga swadaya masyarakat. (*)