Pemerintah Provinsi Aceh meminta kepada Tim Kunjungan Panja Haji dan Umroh Khusus Komisi VIII DPR RI untuk menambah kuota Haji dan Umroh di Aceh. Mengingat mayoritas penduduk di Aceh beragama Islam, Aceh minta kuota Haji dan Umroh dibedakan dari provinsi lain.
Menanggapi usulan itu, Ketua Panitia Kerja Haji dan Umroh Khusus Komisi VIII Noor Achmad berjanji akan memperjuangkannya. "Saya menerima baik, dan saya akan bicarakan ini kepada Anggota Komisi VIII lainya. Aceh yang dikenal sebagai kota Serambi Mekah sudah seharusnya kita perjuangkan," katanya usai pertemuan tim dengan jajaran Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Aceh, pemilik travel haji dan umroh di Aceh, dan jajaran Kepolisian Daerah Aceh, di Banda Aceh, Jumat, 22 September 2017.
Noor Achmad yang juga Wakil Ketua Komisi VIII ini menjelaskan bahwa selain mengusulkan penambahan kuota haji, Pemerintah Provinsi Aceh juga mengusulkan standarisasi biaya minimal dan biaya maksimal. “Mengenai stadarisasi biaya minimal dan biaya maksimal ini cukup baik dan saya apresiasi. Dengan adanya tolak ukur, bisa terlihat apakah nantinya ada penipuan atau tidak,” tuturnya.
Menurut politisi Golkar itu, dengan adanya standar biaya ini maka jika harga terukur misalnya ditentukan Rp 15 juta, berarti tidak ada yang boleh memberikan biaya di atas atau di bawah harga tersebut. Jika masih ada, itu berarti terjadi penipuan.
Oleh karena itu, kata anggota dewan dapil Jawa Tengah itu, untuk memperbaiki sistem kerja penyelenggaraan Haji dan Umroh, Komisi VIII akan menyempurnakan Undang-Undang Haji dan Umroh, terutama yang terkait Haji dan Umroh khusus. “Karena kita tahu ada banyak travel, tidak hanya satu atau dua yang ternyata banyak melakukan penipuan. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan yang lebih intens dari Kemenag dan juga Kementerian Pariwisata terhadap travel-travel yang menjalankan haji khusus dan umroh,” katanya. (*)