Tempo.Co

Bahas Materi RUU Ekraf, Komisi Undang Pakar dari HKI
Selasa, 26 September 2017
Rancangan Undang Undang Ekonomi Kreatif harus disesuaikan dengan Pasal 33 UUD NKRI Tahun 1945sehingga kelak menjadi pedoman dan tulang punggung ekonomi Indonesia

Dalam rangka mendapat masukan tentang materi muatan Rancangan Undang Undang (RUU) Ekonomi Kreatif (Ekraf), Komisi X DPR RI, Selasa 26 September 2017 mendengarkan paparan dari Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Fakultas Hukum Indonesia Agus Sardjono.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra selaku pimpinan sidang Rapat Dengar Pendapat mengatakan jika paparan dan masukan dari Agus Sardjono ini akan menjadi bahan untuk membahas RUU Ekraf. Selain Agus, Komisi X juga nanti akan mengundang dan mendengarkan paparan dari para ahli dan masyarakat sebagai masukan dalam materi substansi RUU Ekraf.

“Visinya adalah  bagaimana RUU ini menjadi tulang punggung ekonomi, menyerap tenaga kerja. Harus ada penjelasan yang komprehensif sehingga undang undang yang mau dibentuk ini melindungi pelaku ekonomi kreatif,” ujar Sutan.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Venna Melinda berharap ketentuan ini hendaknya tidak hanya mengatur pelaku ekonomi kreatif secara umum. Aturan ini hendaknya juga menyebutkan dan melindungi pelaku ekonomi berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.

“Sebab, banyak saya temui, bahwa mereka yang berkebutuhan khusus memiliki kemampuan yang tidak kalah baik di bidang ekonomi kreatif jika dibandingkan orang umumnya, bahkan mereka terkadang lebih fokus,” ucap Venna.

Sementara itu Agus menjelaskan RUU belum komprehensif dan masih banyak yang perlu diatur. Dia juga tidak menampik jika beberapa materi substansi di RUU Ekraf juga masih tumpang tindih di dalam undang undang lain.

“Ada materi muatan yang sudah terkait di aturan lain seperti tentang hak cipta sudah diatur dalam Undang Undang tentang Hak Cipta. Tentang budaya sudah diatur dalam Undang Pemajuan budaya,” kata Agus.

Agus khawatir, apabila masalah ini masih ada, maka RUU Ekraf akan bias. Untuk itu perlu dimintai pandangan dari pemangku kebijakan dan para pebisnis. (*)