Pada prinsipnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk untuk memperkuat penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi. KPK juga bertugas melakukan penguatan terhadap lembaga penegak hukum yang telah ada lebih dulu, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap KPK Agun Guandjar Sudarsa dalam laporannya di hadapan sidang paripurna.
Dalam pidato laporannya, Agun menjelaskan, fungsi trigger mechanism menjadi tanggung jawab KPK. Fungsi trigger mechanism telah diamanahkan dalam undang-undang dan ini dimaksudkan agar KPK tidak akan memonopoli penanganan kasus korupsi. Kehadiran KPK justru diharapkan mendorong kapasitas aparat penegak hukum lain untuk bersama-sama memberantas korupsi.
"KPK dibentuk bukan mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya," katanya dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 September 2017.
Menurut Agun, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, menjadi lebih efektif serta efisien.
Agun juga menekankan sudah menjadi tanggung jawab KPK berpedoman pada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, juga proporsionalitas. Dia juga menyampaikan KPK seharusnya bertanggung jawab kepada publik serta menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, juga BPK.(*)