Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat dengan Dirjen Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Monerba, dan Kepala Badan Informasi Geospasial, Selasa, 27 September 2017, di Gedung Parlemen, Jakarta.
Dalam rapat itu Deputi Informasi Geospasial Tematik pada BIG Nurwajedi menyampaikan kepada Komisi VII DPR RI, saat ini sedang dilakukan upaya menyiapkan peta tematik Indonesia dengan skala 1:50.000. Kebijakan satu peta ini mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal, untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional menjadi salah satu prioritas pemerintah.
Anggota Komisi VII DPR, Nawafie Saleh, mengatakan Kebijakan Satu Peta Nasional ini sangat dibutuhkan, bukan saja dari lingkungan eksekutif tapi juga masyarakat. Selama ini, Indonesia belum memiliki peta yang menjadi bahan rujukan satu-satunya. Selama ini peta yang ada adalah gambar hasil peninggalan Belanda dan fotografi dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat ( TNI AD).
“Akurasi yang dilakukan BIG ini harusnya lebih akurat lagi. Kalau sampai skalanya bisa lebih kecil lagi, lebih bagus, sehingga dilihat lebih jelas batas-batas pemukiman di daerah,” katanya.
Dia mencontohkan bagaimana sebuah kawasan di Sentul yang sebelumnya adalah perkebunan karet, kemudian berubah menjadi kawasan pemukiman. Batas-batas wilayah yang sebelumnya ada, kemudian hilang karena tidak jelas. Dampaknya, muncul konflik.
“Saya mengapreasiasi informasi geospasial ini karena ini dibutuhkan semua kalangan, hingga anak-anak di sekolah untuk mengenal dan tahu batas-batas wilayah Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu juga mengatakan hal senada. Kehadiran BIG dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, dalam rangka melakukan sinkronisasi dengan kementerian dan lembaga lainnya agar terwujud peta tunggal sebagai rujukan.
“Faktanya banyak tumpang-tindih saya kira. Bagus muncul Peraturan Presiden yang mengatur one map policy atau Kebijakan Satu Peta Nasional, tapi sayang tidak masuk prioritas nasional,” ucapnya.
Menurut dia banyak sekali permasalahan yang muncul di masyarakat. Dengan adanya Kebijakan Satu Peta Nasional, Gus yakin jika tumpang-tindih informasi di sejumlah kementerian atau lembaga dapat berkurang dan meminimalisasi konflik di daerah. (*)