Tempo.Co

Pemerintah Daerah Diminta Terlibat Dalam Perlindungan TKI
Jumat, 06 Oktober 2017
Kunjungan Timwas TKI DPR RI kunjungan ke Jawa Barat

Ketua Kunjungan Timwas TKI DPR RI Dede Yusuf meminta pemerintah daerah terlibat langsung dalam pelaksanaan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri. Hal tersebut sesuai dengan salah satu rekomendasi yang dikeluarkan oleh Timwas TKI terkait pembenahan atas sinkronisasi Undang-Undang Nomor 39/2014 tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) yang diubah menjadi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

“Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, di dalam undang-undang yang direvisi, ke depan akan memberikan ruang gerak yang lebih baik lagi bagi pemerintah daerah khususnya dalam melakukan perlindungan kepada calon TKI. Antisipasi dalam Undang-Undang Perlindungan TKI, Provinsi Jawa Barat ini sudah selangkah lebih maju daripada beberapa provinsi lain,” kata Ketua Timwas TKI Dede Yusuf saat memimpin Kunjungan Spesifik Timwas TKI DPR RI ke Bandung, Jawa Barat, Rabu, 4 Oktober 2017.   

Lebih lanjut politisi asal dapil Jabar ini menilai sebanyak dua persen masalah yang dialami para TKI itu berasal dari pendataan dokumen yang salah. “Apabila dokumen sudah lengkap, pelatihan dan pendidikan serta perlindungan hukum asuransi sudah benar, bisa dipastikan 80 persen jumlah TKI kita ini biasanya tidak terjadi masalah. Berdasarkan itulah ke depan, tentunya kami berupaya untuk menguatkan kesepakatan antara negara-negara penerima TKI asal Indonesia terbanyak, sehingga dapat memberikan kemudahan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di sana,” ungkapnya.

Politisi Fraksi Demokrat ini menyayangkan jumlah angka tertinggi TKI ilegal  yang menempatkan Provinsi Jabar pada peringkat pertama. “Tentunya ini sangat disayangkan dan menjadi konsen kita bersama,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Gubernur Provinsi Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan akan melakukan penelitian lebih lanjut guna memperbaiki persoalan TKI di Jabar. Dia menduga hal tersebut terjadi karena adanya manipulasi pada bidang keahlian. “Menurut Kemenaker, standar pelatihan seorang TKI yakni kurang lebih selama 60 hari. Tapi di lapangan banyak ditemukan calon TKI yang sudah diberangkatkan pada pelatihan yang baru saja dilakukan selama tujuh hari. Inilah hal yang bisa memunculkan beragam persoalan. Pengawasan kita terhadap penyalur tenaga kerja saya kira harus distandarisasi dan diawasai dengan sangat ketat supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti itu di kemudian hari,” katanya. (*)