Tempo.Co

Perlu Pasal Karet untuk Atur Jenis-Jenis Narkotika
Minggu, 08 Oktober 2017
Kunjungan Baleg DPR RI ke Mapolda Kepri (2)

Anggota Tim Kunjungan Spesifik Baleg DPR RI Henry Yosodiningrat yang juga Ketua Granat (Gerakan Nasional Anti Narkotika dan Psikotropika) mengatakan, dalam UU Narkotika perlu ada pasal karet yang mengatur jenis-jenis narkotika. Pasal karet dibutuhkan mengingat banyaknya turunan zat-zat yang ada dalam daftar lampiran RUU Narkotika.

"Kenapa perlu ada pasal karet terkait dengan jenis narkotika,  karena banyak turunan-turunan dari zat-zat yang ada. Dalam daftar lampiran UU kita hanya punya 40 sementara sekarang sudah hampir 800 jenis. Hal ini supaya setiap zat yang mempunyai dampak atau yang mempunyai kesamaan dengan itu perlu diperluas istilah pasal karet tadi," kata Henry Yosodiningrat saat rapat dengar pendapat dengan seluruh jajaran aparat penegak hukum Provinsi Kepulauan Riau di Gedung Aula Mapolda Kepri, Rabu, 4 Oktober 2017.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan, pasal karet diperlukannya untuk menyesuaikan adanya jenis-jenis narkoba baru yang kian berkembang pesat. Sehingga, dengan pasal karet tersebut tidak perlu lagi mengubah UU. Saat ini, pemerintah hanya mengeluarkan UU turunan berbentuk Peraturan Pemerintah, seperti Permenkes Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.


Anggota Baleg lainnya Arsul Sani menyoroti banyaknya jenis-jenis narkotika. Menurutnya apakah tidak lebih baik tidak usah dilampirkan di dalam UU.
"Tadi juga kami menyampaikan, berdasarkan masukan-masukan yang diterima dari tempat lain, bagaimana misalkan kalau  jenis-jenis narkotikanya itu tidak dijadikan sebagai lampiran di UU. Kenapa? Karena kalau ada narkoba jenis baru, kalau itu dilampirkan maka harus mengubah jenis lampirannya dan kalau mengubah lampiran maka harus mengubah UU-nya.  Itukan susah dan butuh waktu lama lagi," ujar politisi PPP ini. 

Arsul juga menyampaikan bahwa hal-hal krusial yang nantinya akan diubah dalam revisi UU Narkotika di antaranya pengaturan jenis narkotika, peran dan fungsi kelembagaan, dan pasal-pasal yang mengatur tentang pidana materil yang menjadi dasar pemidanaan yang juga perlu disesuaikan dengan konsep pemberantasan korupsi. Mengingat ditemukannya penyalahgunaan itu bukan untuk dipenjara tapi untuk direhabilitasi.