Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI sekaligus Ketua Tim Kunjungan Spesifik Baleg ke Provinsi Kepulauan Riau Firman Soebagyo mengusulkan konsep permasalahan narkoba sudah harus ditingkatkan menjadi pertahanan keamanan negara. Hal itu mengingat peredaran dan transaksionalnya sudah melewati lintas negara.
Hal itu diungkapkannya saat rapat dengar pendapat dengan Gubernur Kepri Nurdin Basirun, Kapolda Kepri Sam Budi Gusdian, Kepala BNNP Kepri Nexson Manurung, dan Organisasi Lintas Masyarakat Provinsi Kepri di Gedung Aula Mapolda Kepri, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu, 4 Oktober 2017. Rapat tersebut dalam rangka pemantauan dan peninjauan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. "Pemantauan yang dilakukan Badan Legislasi DPR RI terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mencakup kegiatan pengawasan yang dilakukan secara seksama terhadap pelaksanaan undang-undang untuk melihat efektifitas dan kesesuaian antara peraturan dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. Sementara peninjauan yang dilakukan sebagai bentuk kegiatan terhadap undang-undang yang telah disahkan di lingkungan stakeholder dan masyarakat," tutur Firman.
Mengingat revisi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan RUU Usul Inisiatif Pemerintah, tapi DPR RI dalam hal ini Baleg tetap mempersiapkan diri sembari menggali masukan terhadap RUU tersebut, meskipun draft dan naskah akademiknya belum diserahkan oleh pemerintah. RUU ini juga telah masuk di dalam RUU Prolegnas dan akan diusulkan menjadi RUU Prolegnas Prioritas.
Ia menjelaskan Provinsi Kepulauan Riau menjadi provinsi yang dipilih Baleg untuk menyerap aspirasi dan masukan terkait RUU Narkotika dikarenakan letak geografis Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia, dimana pintu masuk pelabuhan menjadi pintu masuk bagi peredaran gelap narkotika.
Yang menarik, kata legislator dapil Jateng ini, di Provinsi Kepulauan Riau terdapat tiga wilayah pintu masuk yang sangat rawan bagi peredaran narkoba, dimana kondisi ketiga pintu masuk itu minim sarana dan prasarananya, tenaga sumber daya manusianya, dan anggarannya, sehingga membuat tidak maksimal dan optimalnya pemberantasan narkoba di perbatasan Kepulauan Riau. "Ada tiga wilayah pintu masuk yang sangat rawan. Yang utama Karimun, kemudian Bintan dan Batam. Karena, ternyata justru sumber dari masuknya narkoba itu bukan dari Singapura tapi justru dari Johor Malaysia. Oleh karena itu, dengan adanya persoalan-persoalan yang ada di lapangan, Kapolda Kepri menyampaikan juga bahwa minimnya sapras, minimnya SDM, minimnya anggaran ini menjadi kendala utama. Baik itu di Kemenkumham maupun BNN juga Polda. Oleh karena itu, kita akan mencoba memformulasikan terhadap masalah yang berkaitan dengan revisi undang-undang ini," ucapnya.
Terkait usulan konsep Firman terhadap penanganan persoalan narkoba yang seharusnya ditingkatkan menjadi pertahanan terhadap keamanan negara, hal itu disambut baik Kapolda Kepri Sam Budi Gusdian, mengingat transaksi narkoba dan peredarannya sudah mencapai lintas negara. Sehingga, perlu ada aparat penegak hukum Polri di setiap perwakilan Indonesia di luar negeri untuk mengantisipasi peredaran narkoba dari hulu ke hilir agar kepolisian dapat memantau secara optimal.
Menanggapi hal tersebut, Firman menyatakan setuju adanya kerja sama dalam mengantisipasi peredaran narkoba dari hulu ke hilir. "Kerja sama terhadap penindakan narkoba saya rasa tidak dilakukan hanya ketika sudah ada yang masuk baru berbuat, tapi dari sejak dini sudah dilakukan semacam operasi intelijen bersama. Saya rasa ini menarik sekali," kata Firman. (*)