Tempo.Co

Komisi VII dan Kementerian ESDM Bahas PT Freeport Indonesia
Selasa, 10 Oktober 2017
RDPU dengan menteri ESDMMG_6006

Wakil anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Satya Widya Yudha, mengatakan progres atau kemajuan pembangunan smelter yang dijanjikan PT Freeport Indonesia belum ada. Dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral di gedung DPR, Senin, 9 Oktober 2017, kemajuan pembangunan smelter yang disebutkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Bambang Gatot Ariyono masih sama ketika Komisi VII melakukan kunjungan kerja ke Gresik sekitar dua tahun lalu. Pada 16-18 April 2015, Komisi VII DPR yang dipimpin Satya berkunjung ke Gresik, Jawa Timur, untuk mengetahui keseriusan PT Freeport Indonesia melakukan pemurnian membangun pabrik atau smelter pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

“Yang disampaikan saat ini hampir sama seperti dua tahun lalu. Artinya tidak ada kemajuan,” kata Satya.

Gatot mengatakan PT Freeport Indonesia sejak 2015 telah mendaftar mendapatkan izin membangun smelter di kawasan PT Petrokimia Gresik. Sudah dilakukan beberapa uji dengan sejumlah stakeholder terkait dalam hal kelayakan, termasuk analisis dampak lingkungan (Amdal). 

Anggota Komisi VII DPR, Aryo P.S Djojohadikusumo, sependapat dengan Satya bahwa informasi yang didengar dalam rapat kerja dengan Kementerian Energi pada hari ini tidak menyebutkan ada perubahan signifikan dalam rencana pembangunan smelter.

Sedangkan anggota Komisi VII DPR, Ramson Siagian, berharap pemerintah melalui Kementerian Energi secara terbuka menyampaikan perkembangan perjanjian dengan PT Freeport Indonesia. Sebab, semua informasi itu dibutuhkan untuk kepentingan rakyat Papua, masyarakat Indonesia, termasuk investor.

“Kami mendukung pemerintah yang sudah 40 tahun akhirnya berhasil membangun divestasi saham 51 persen dari PT Freeport Indonesia. Kami menunggu hasilnya dan meminta penjelasan secara detail,” ucap Ramson.  

Beberapa waktu lalu, pemerintah dengan PT Freeport Indonesia menyepakati beberapa hal penting, di antaranya PT Freeport Indonesia akan mengubah bentuk kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang memberikannya hak operasi hingga 2041.

Selain itu, pemerintah akan memberikan jaminan kepastian fiskal dan hukum serta PT Freeport Indonesia berkomitmen akan membangun smelter baru di Indonesia dalam waktu lima tahun. Freeport McMoRan akan mendivestasikan kepemilikan sahamnya di PT Freeport Indonesia hingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 51 persen.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menjelaskan, renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia terjadi pada 27 Agustus 2017. Dalam kesepakatan itu, pemerintah menyetujui perpanjangan maksimum dua kali sepuluh tahun. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Minerba.

“Diperpanjang pertama pada 2021 sampai 2031. Kemudian apabila memenuhi persyaratan, diperpanjang lagi sampai 10 tahun kedua dengan tiga persyaratan. Pertama, PT Freeport harus mendivestasikan sahamnya sebesar 51 persen untuk kepemilikan peserta Indonesia, dalam hal ini gabungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujar Jonan.

Kedua, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter dalam waktu lima tahun setelah persetujuan diberikan. Ketiga, pemerintah akan mengupayakan penerimaan negara dari hasil produksi PT Freeport secara keseluruhan lebih tinggi. (*)