Tempo.Co

Tidak Semua Ujaran Kebencian Diproses Hukum
Kamis, 12 Oktober 2017
Pembahasan Kapolri dengan komisi III mengenai beberapa kasus yang sedang marak belakangan ini.

Penanganan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial seharusnya didahului dengan pendekatan keadilan restrorative atau keadilan pre-empathy. Dikatakan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Arsul Sani, setelah mengikuti rapat kerja dengan Kapolri Tito Karnavian dan jajarannya, di Gedung Parlemen, Kamis, 12 Oktober 2017, upaya itu diartikan orang yang dituduh melakukan dugaan hate speech tidak langsung ditetapkan menjadi tersangka.

“Akan tetapi diperingatkan terlebih dahulu. Kalau menyangkut orang lain, dengan orang lain atau pelapor itu diminta menyelesaikan sendiri,” katanya.

Mengutip penjelasan Kapolri, Arsul mengatakan sah saja jika ujaran kebencian itu ditujukan pada orang per orang, tapi jika hate speech itu menyangkut pada upaya memecah belah bangsa tetap akan diproses hukum. Ujaran kebencian yang paling disorot adalah yang dilakukan di media sosial karena tempat itu tidak ada proses penyaringan, berbeda dengan media massa atau media online, yang tersusun secara redaksional melalui proses panjang sebelum di-publish kepada masyarakat.

Arsul tidak sependapat pada pandangan sebagian kalangan yang menganggap tindakan Polri berlebihan dan membatasi ruang untuk menyampaikan kebebasan berpendapat dan berkumpul. Beberapa kalangan pembatasan itu melanggar Pasal 27 dan 28 UUD NKRI Tahun 1945.

Menurut Arsul soal berekspresi atau tidak, hal itu berkaitan dengan masalah pembuktian melalui keterangan ahli. “Problemnya adalah pada penerapan pasal itu. Para ahli itulah, misalnya ahli bahasa yang akan mengembangkannya,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo itu, Tito mengatakan dalam penanganan hate speech itu kasuistis. Jika ujaran kebencian dilakukan karena iseng tanpa motif lain, secara pidana tidak mengganggu. Penyelesaian masalah ini dapat ditangani di luar pengadilan atau restorasi justice. “Kalau itu untuk provokasi, memecah belah bangsa, kita ambil tindakan tegas. Memang tidak bisa digeneralisir tetapi perlu penanganan yang tepat,” ucapnya.

Setelah mengikuti rapat, Tito mengingatkan semua elemen, terutama tokoh masyarakat dan tokoh agama agar ikut menciptakan suasana kondusif. Terlebih memasuki masa tahun politik menjelang pemilihan umum serentak sehingga berlangsung aman. Dia juga berharap media massa ikut serta menciptakan suasana dingin dengan memberitakan informasi yang tidak menimbulkan “panas” di masyarakat.

“Sebab masalah kenegaraan ini lebih penting daripada persoalan politik,” tuturnya. (*)