Tempo.Co

Komposisi Pimpinan DPR dan MPR Harus Sesuai dengan UU
Kamis, 12 Oktober 2017
Tidak semua orang memiliki kedewasaan dan ketahanan untuk bisa mengendalikan diri.

Revisi draf atau Rancangan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau RUU MD3 sudah disetujui semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari, dalam diskusi Nasib Penambahan Kursi Pimpinan DPR/MPR dalam Revisi Undang-Undang MD3 di gedung DPR, Kamis, 12 Oktober 2017. Saat ini, masih terjadi transisi belum ada komitmen dari semuanya. “Normatif sudah disetujui, tapi eksekusinya belum,” kata Eva.

Dalam revisi draf itu, sudah disetujui kesepakatannya bahwa pemimpin itu komposisinya mengikuti proporsional balik seperti yang dulu. Komposisi yang proporsional itu berlangsung di seluruh parlemen di dunia. Dikatakannya situasi akibat Koalisi Merah Putih ini anomali di dalam penyusunan kepemimpinan di Undang-Undang MD3. Masalah itu seharusnya segera dikoreksi agar dinormalkan kembali.

Seperti diketahui, revisi Undang-Undang MD3 yang dilakukan DPR periode 2009-2014 menjelang Pemilu 2014 dalam anomali politik sehingga tidak lagi menempatkan partai dengan suara terbanyak menjadi Ketua MPR maupun Ketua DPR. Dalam koalisi, akhirnya yang menjadi Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Ketua DPR Setya Novanto. Partai Golkar berada di urutan kedua suara terbanyak setelah PDIP dan PAN di urutan ke-6.

“Tapi sekali penggodokan dari revisi ini bukan semata-mata hanya pasal penambahan pimpinan, tapi sudah ada dua pasal lain yang sudah disetujui jug, walaupun BAKN atau Badan Akuntabilitas Keuangan Negara tidak menjadi prioritas,” ucapnya.

Menurut Eva, ketentuan tentang adanya BAKN dikembalikan. Sebab, di DPR, saat ini ada berbagai temuan kinerja yang tidak bagus dari penggiat antikorupsi.

Margarito Kamis, ahli tata hukum negara Indonesia, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi ini, mengakui dalam rasionalitas demokrasi yang konstitusional, seharusnya partai dengan suara terbanyak yang menjadi pimpinan MPR atau DPR. “PDIP mesti menyiapkan hal itu untuk materi revisi Undang-Undang MD3 nanti,” ujar Margito.

Hal ini dikarenakan partai suara terbanyak itu membawa mandat rakyat yang kemudian dilembagakan menjadi pimpinan MPR atau DPR melalui Undang-Undang MD3.
“Jadi sebaiknya Zulkifli Hasan dan Novanto memenuhi janjinya,” tutur Margarito. (*)