Tempo.Co

First Travel Harus Ganti Kerugian Jemaah, Bukan Pemerintah
Jumat, 13 Oktober 2017
Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti

Pemilik biro perjalanan umrah First Travel (FT) tetap harus bertanggung jawab mengganti kerugian jemaah korban umrah yang belum diberangkatkan. “Ganti rugi uang jemaah sebaiknya tidak dibebankan kepada pemerintah, karena akan menguntungkan pemilik biro perjalanan yang bermasalah tersebut,” kata anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Endang Maria Astuti, di sela-sela rapat dengan Otoritas Jasa Keungan (OJK), di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 12 Oktober 2017.

Endang menyatakan, masyarakat yang dirugikan dengan FT harus cerdas menuntut. Sebaiknya yang dikejar adalah pemilik FT, agar mereka tidak lari dari tanggung jawab.

Seperti diketahui, saat beraudensi dengan Komisi VIII, jemaah korban FT menuntut pemerintah menalangi kerugian yang diderita para jemaah. Sistem talangan ganti rugi yang diinginkan jemaah adalah seperti pada kasus lumpur Lapindo. Masyarakat mendapat talangan ganti rugi dari pemerintah. Lalu, pemerintah menyita aset perusahaan yang telah merugikan masyarakat.

“Korban belum mengerti alur hukum, yang penting bagi mereka bagaimana mendapatkan ganti rugi secepatnya. Mereka menuntut tanpa mempertimbangkan tuntutan itu seharunya ke biro travel,” ujar politisi Golkar tersebut.

Endang melanjutkan, ketika izin dicabut Kementerian Agama, justru kita khawatir perlindungan hak korban dari biro travel ini tidak ada. Ketika tuntutan kerugian jemaah diganti negara seperti Lapindo justru jadi preseden buruk. “Tuntutan selalu ke pemerintah, karena nanti yang diuntungkan adalah biro travel,” ucapnya.

Mengambil uang ganti rugi dari kas negara sebetulnya sama saja dengan mengambil uang rakyat sendiri. “Ini jadi tidak adil. Masyarakat harus cerdas melihat kasusnya,” tuturnya.

Ia berharap, dalam kasus FT tidak ada pihak yang saling melempar tanggung jawab. “Apa pun keputusannya nanti harus segera di-follow up. Dengan begitu para korban bisa mendapat solusi cepat dari pemerintah dan DPR,” katanya.(*)