Tempo.Co

Pembahasan Perppu Ormas Hadirkan Pakar Hukum
Rabu, 18 Oktober 2017
Komisi II DPR Undang Sejumlah Pakar Bahas Perppu Ormas

Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundang para ahli dan pakar hukum untuk memberikan masukannya mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali di Gedung Parlemen, Rabu 18 Oktober 2017 itu, muncul berbagai argumentasi, ada yang menerima kehadiran Perppu tersebut dan ada juga yang menolak.

Dikatakan Zainudin, pemikiran para pakar dan ahli hukum ini akan menjadi masukan untuk meyakinkan masyarakat dan fraksi-fraksi di DPR sebelum Perppu ini disahkan atau ditolak.

Di Komisi II DPR dalam kesimpulannya, Perppu itu disahkan atau ditolak akan tetap dibawa kedalam Sidang Paripurna pada Masa Sidang I DPR Tahun 2017 yang dijadwalkan pada akhir Oktober 2017.

“Jika Komisi II sudah mendapatkan kata sepakat, maka tentu saya sebagai Ketua Komisi akan melaporkan hasilnya ke Paripurna,” kata Zainudin.

Para ahli dan pakar hukum yang diundang Komisi II DPR untuk memberi pemikirannya hari ini yakni Romli Atmasasmita, Yusril Ihza Mahendra dan Azyumardi Azra.

Menurut Romli, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah keputusan negara yang menjadi wewenang kepala negara. Sifatnya berbeda dengan Undang-undang yang mengatur yang dibuat antara pemerintah dan DPR. Perppu diterbitkan tidak harus menunggu kejadiannya  muncul terlebih dahulu. Sifat kegentingan dari Perppu adalah dapat diterbitkan oleh negara begitu melihat ada ancaman yang mengganggu Pancasila, NKRI dan  UUD 1945. Ini sebagai wujud negara hadir dalam melindungi warganya. 

Yusril Ihza Mahendra berkesempatan menyarankan supaya Perppu ini ditolak saja. Dia juga meminta sebaiknya diperjelas tentang maksud dari paham yang bertentangan dengan Pancasila supaya tidak menimbulkan multi tafsir dan kesewenang-wenangan di kemudian hari.

Berbeda dengan pendapat Yusril, Azyumardi Azra menyatakan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sangat diperlukan menyangkut persoalan eksistensi bagi negara dan bangsa Indonesia.

Menurut Azyumardi kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang terkait dengan Islam, biasanya terkait juga dengan masalah politik, sementara agenda-agenda keagamaannya sendiri kurang begitu menonjol.

Anggota Komisi II DPR Tamanuri mengatakan bahwa secara konstitusional, hukum Indonesia membuka ruang untuk menggugat Perppu apabila ada Ormas yang menolak kehadiran aturan itu. Gugatan dapat dilakukan melalui uji materiil di Mahkamah Konstitusi atau menggugatnya melalui PTUN.

"Perppu adalah produk hukum yang sangat demokratis dalam sistem hukum kita. Kita tidak mungkin menunggu negara ini hancur terlebih dahulu untuk menerbitkan Perppu,” ujar Tamanuri.   (*)