Kebebasan penggunaan gadget dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Banyak anak remaja usia belasan tahun (SMP/SMA) dengan mudah mengakses media sosial atau situs tertentu.
Hal ini yang menjadi salah satu tingginya angka perkosaan di Jawa Timur. Terbukti terdapat 106 kasus perkosaan anak dan 19 kasus perkosaan orang dewasa pada 2016. Padahal pada 2015 hanya 18 kasus perkosaan anak dan 6 kasus perkosaan dewasa.
Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Itet Tridjajati mengaku amat prihatin dengan masih adanya kekerasan seksual pada anak khususnya seperti pelecehan seksual pada anak. Untuk itu pemerintah kota dan kabupaten harus bekerja keras guna mencegah hal ini tidak terjadi kembali.
“Harus ada pembatasan penggunaan gadget untuk remaja demi mengurangi kasus kekerasan seksual sejak dini. "Salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual itu melalui gadget yang tidak terkontrol oleh orang tua atau guru di sekolahnya," ujar Itet saat ditemui di Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Jumat, 20 Oktober 2017.
Mengingat banyaknya pelaku maupun korban di kalangan anak-anak dan remaja, menurut Itet harus ada kebijakan yang jelas dalam pengunaan gadget khususnya untuk remaja, karena rasa keingintahuan mereka sangat besar. Jadi jangan sampai gadget berimplikasi negatif di kalangan remaja saat ini.
Salah satu solusinya dapat juga dengan mengumpulkan gadget pada saat jam pelajaran, dan guru berhak mengontrol konten atau isi dari handphone para siswanya.
"Kita dapat mencontoh sekolah di luar negeri seperti di Finlandia, di sana setiap jam pelajaran dimulai semua handphone dikumpulkan, dan guru mulai memeriksa isi konten didalam handphone-nya. Bila ada konten yang berbau pornografi bisa langsung dihapus atau dilaporkan pada orang tuanya. Ini merupakan salah satu pencegahan kekerasan seksual terhadap anak usia remaja," ujar legislator dari Fraksi PDIP tersebut.
Selain penggunaan gadget, peran lingkungan keluarga khususnya ibu menjadi penting karena dapat menjadi information intelegent, mengingat kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang terdekat. Jadi, harus ada sosialisasi untuk ibu-ibu agar dapat mengawasi lingkungan anak-anaknya terhindar dari kekerasan seksual,” kata anggota DPR dari Dapil Lampung II ini.(*)