Tempo.Co

TKI Perlu Mendapat Perlindungan yang Benar
Selasa, 24 Oktober 2017
Perlindungan TKI

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia diharapkan menjadi aturan hukum tegas yang dapat menyelamatkan dan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang benar. Demikian hal ini ditegaskan Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Saleh Partaonan Daulay ketika menjadi pembicara dalam diskusi forum legislasi bertajuk “Implementasi UU Perlindungan TKI dan Kendalanya” di kompleks DPR, Selasa, 24 Oktoberr 2017. 

"Pembahasan RUU ini sudah selesai, semua fraksi di Komisi IX DPR sudah sampaikan pandangan di rapat panja Komisi IX serta sudah dilakukan rapat kerja dengan pemerintah. Jika sudah selesai, mudah-mudahan bisa segera diusulkan dalam rapat paripurna DPR," katanya.

Menurut Saleh, selama ini TKI kurang mendapatkan perlindungan yang benar. Karena itu, harus dibenahi aturannya dari keberangkatan, selama bekerja di luar negeri, sampai kembali ke Tanah Air dilakukan dengan benar. Saleh mengakui banyak ketentuan dalam RUU ini yang memberikan jaminan perlindungan kepada TKI, salah satunya larangan memberangkatkan orang dengan cara ilegal tanpa dilengkapi dokumen. Ada sanksi pidana bagi siapa pun yang melanggar ketentuan ini. 

"Ada pasal yang ketat tentang ketentuan itu," ucapnya.

Aktivis Migrant Care Indonesia Siti Badriyah juga sependapat jika RUU ini lebih baik dibanding Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)  di Luar Negeri. Dalam RUU ini, ada pemangkasan peran swasta karena produk ini dibuat pemerintah sehingga lebih banyak andil pemerintah di dalamnya. 

Perlindungan lain yang ada dalam RUU ini adalah pemerintah telah memandatkan pelayanan hingga ke desa-desa sehingga tidak akan ada lagi penampungan bagi calon TKI. Selain itu, pendataan dokumen dimulai dari desa yang dapat meminimalkan pemalsuan dengan catatan bahwa implementasinya harus dikawal masyarakat. Selain itu, pemerintah menyediakan layanan terpadu satu atap, mulai legalitas dokumen, medical check-up, jaminan sosial, hingga penerbitan paspor. 

"Dulu, pihak swasta mempunyai perpanjangan tangan mencari tenaga kerja di daerah-daerah, sehingga muncul calo, banyak terjadi human trafficking, serta tidak ada lagi penampungan-penampungan karena pembinaan dan pelatihan bagi para calon TKI dilakukan di balai latihan kerja (BLK) milik pemerintah," kata Badriyah.

Badriyah menuturkan kondisi fasilitas yang tersedia di penampungan TKI yang selama ini ada di Jakarta sangat memprihatinkan. Mulai tempat duduk, kasur penuh kutu, hingga makanan tanpa gizi. Hal tersebut merupakan situasi sehari-hari yang ditemukan di lokasi penampungan sebelum para TKI diberangkatkan ke luar negeri.

"Maksimal kami optimis karena RUU ini punya pemerintah dan ada anggaran yang akan digulirkan ke BLK," ujarnya. 

Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS Heri Soesanto mengatakan sayangnya, ketentuan ini belum mengatur perlindungan kesehatan para TKI yang bekerja di luar negeri. Padahal, perlindungan kesehatan itu dapat menolong para TKI yang sedang sakit. "Saat ini, kerja sama hanya dengan BPJS Ketenagakerjaan yang hanya mengatur TKI yang meninggal atau mengalami kecelakaan selama bekerja di luar negeri. Perlu juga asuransi yang melindung tenaga kerja ketika mereka sedang sakit. Sebab, ketika sedang sakit, siapa yang menolong mereka," ujar Heri. (*)