Tempo.Co

DPR Sepakat Perpu Ormas Ditetapkan Menjadi Undang-undang
Selasa, 24 Oktober 2017
sidang paripurna

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-9 sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undanga tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) menjadi undang-undang di gedung DPR, Selasa, 24 Oktober 2017. Kesepakatan itu dilakukan melalui voting atau pemungutan suara karena tidak ada kata sepakat. 

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon ini dihadiri 445 anggota. Sebanyak 314 suara yang hadir menyatakan setuju jika perpu itu ditetapkan menjadi undang-undang. Fraksi-fraksi yang menyatakan setuju, yakni Fraksi PDI-Perjuangan (108 orang), Golkar (71), Demokrat (42), PKB (32), PPP (23), Nasdem (23) dan Hanura (15). Sedangkan fraksi yang menolak sebanyak 131 orang, yakni Gerindra (63 orang), PAN (41) dan PKS (27). 

"Dengan mempertimbangkan fraksi yang ada, rapat paripurna menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) menjadi undang-undang," kata Fadli Zon yang didampingi Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Fahri Hamzah, juga Agus Kurniawan.

Kesepakatan ini disaksikan perwakilan pemerintah adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, jajaran eselon I Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan eselon I Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mewakili Presiden Joko Widodo, Tjahjo mengatakan ada dua poin penting yang menjadi pandangan pemerintah.

Pertama, menyikapi tayangan yang pernah disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR selama ini. Banyak ormas yang aktivitasnya mengembangkan paham dan ideologi yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila. Kedua, Indonesia berkewajiban melindungi kedaulatan NKRI.

"Dengan kedaulatan NKRI, negara membentuk hukum sesuai dengan karakteristik negara. Hukum itu tidak hanya sebagai alat yang mengatur, tapi juga memberikan kemaslahatan bagi negara," kata Tjahjo.

Dia juga menegaskan jika selama ini, tindakan Presiden adalah karena Pancasila. Pancasila bukan alat politik. Pemerintah, kata dia, tetap memberikan kesempatan kepada ormas untuk memberi penegasan komitmennya terhadap ideologi yang mempersatukan bangsa, yakni Pancasila. (*)