Tempo.Co

Fahri Hamzah Ingatkan Presiden yang Menunda Densus Tipikor
Rabu, 25 Oktober 2017
Fahri Hamzah usai konferensi pers mengenai pemecatan dirinya dari Partai Keadilan Sejahtera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2016).

Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan bahwa pertanggungjawaban pemberantasan korupsi secara politik ada di tangan presiden dan wakil presiden dan bukan di tangan penegak hukum. Penegak hukum tidak membuat politik hukum, mereka hanya pelaksana.

“Seharusnya presiden mencermati dinamika di balik usulan membuat Detasemen Khusus Tipikor. Sebab, sudah saatnya politik penegakan hukum pemberantasan korupsi kita dievaluasi setelah 15 tahun. Sudah saatnya juga penegakan hukum atas pidana korupsi dipercayakan kembali pada lembaga intinya,” ujar Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 25 Oktober 2017.

Kata Fahri, sebagai pemimpin eksekutif tertinggi maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertanggungjawab atas situasi penegakan hukum secara umum dan khususnya pemberantasan korupsi.  Menurutnya, isu korupsi sangat berkaitan langsung dengan kredibilitas pemerintahan yang dipimpin oleh presiden. “Jika isu korupsi marak, artinya integritas pemerintahan dianggap rendah dan sebaliknya, apalagi isu itu dikaitkan dengan banyaknya jumlah penangkapan pejabat,” ucapnya.

Politisi yang memang sangat kritis dengan isu korupsi ini mengingatkan presiden dengan mengatakan “Jangan karena KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) populer akhirnya presiden mengalah.”

Dengan kebijakan yang seharusnya, menjadi hak prerogatif presiden dan politik legislasi DPR untuk melembagakan pemberantasan korupsi yang lebih baik ke depan.

Seperti di ketahui, presiden telah memutuskan untuk menunda menyetujui Densus Tipikor yang diwacanakan Kapolri dan Komisi III DPR dalam berbagai Rapat Kerja. Densus Tipikor adalah kelembagaan yang dimaksudkan untuk mengintensifkan kegiatan pemberantasan korupsi secara lebih masif di seluruh daerah. (*)