Rapat Paripurma DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Protokol Perubahan Persetujuan Marrakesh mengenai Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia menjadi Undang-Undang. Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mengatakan persetujuan Marrakesh merupakan keharusan dan mendesak bagi Indonesia. Selain itu, RUU tersebut sudah melewati serangkaian pembahasan di Komisi VI bersama pemerintah.
“Perjalanannya cukup panjang, hampir menunggu satu tahun. Karenanya, Komisi VI berharap agar RUU dapat diambil keputusan dan disetujui secara mufakat dalam rapat Paripurna DPR RI pada hari ini,” ujar Teguh saat membacakan laporannya dalam Sidang Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Teguh menjelaskan urgensi persetujuan Marrakesh antara lain dua per tiga anggota World Trade Organization (WTO) atau 118 negara dari total 164 anggota WTO, telah menyampaikan notifikasi ke WTO, dan persetujuan fasilitasi perdagangan ini telah dinyatakan berlaku efektif mulai 22 Februari 2017 lalu. Kedua, ratifikasi persetujuan fasilitasi perdagangan dinilai sejalan dengan usaha pemerintah untuk membangun dan memperbaiki kinerja perekonomian Indonesia yang diterbitkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi.
Persetujuan fasilitasi perdagangan ini juga untuk memperlancar arus barang melalui penerapan otomatisasi sistem, perbaikan infrastruktur dan penyederhanaan prosedur kepabeanan. “Juga untuk mengatasi waktu pada titik-titik kepabeanan, menurunkan biaya atau ongkos yang tidak perlu, memberikan kepastian berusaha yang dapat mengurangi insentif terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),” ucap politisi PAN ini.
Selain itu, Teguh menambahkan persetujuan fasilitasi perdagangan dapat mendorong target pemerintah untuk menurunkan waktu bongkar muat (dwelling time) dari 3,5 hari pada 2016 menjadi kurang dari dua hari pada akhir 2017. Kelancaran arus barang masuk dan keluar akan mendorong peningkatan efisiensi ekonomi.
Teguh menyebutkan berdasarkan kajian Organization For Economic Cooperation and Development (OECD) 2015, Indonesia yang termasuk dalam kategori negara berpendapatan menengah ke bawah akan mengalami pengurangan biaya perdagangan cukup besar yaitu 15,1 persen pada saat persetujuan fasilitasi perdagangan berlaku secara efektif. “Tak hanya itu, RUU ini akan mengurangi ongkos ekspor ke sejumlah negara melalui penurunan biaya konsuler. Hal ini tidak terlalu dirasakan pengusaha besar, namun sangat berarti bagi pelaku usaha menengah dan kecil dalam upaya mereka untuk merambah pasar ekspor,” katanya. (*)