Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi jalannya Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Adanya KASN diharapkan dapat mewujudkan sistem merit atau meritokrasi dalam kebijakan dan manajemen ASN. Untuk itu, penguatan kepada KASN dirasakan perlu dalam rangka menjaga meritokrasi di Indonesia.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan saat memberikan materi pada Seminar Nasional Publikisme 2017 bertema “Melawan Patologi Birokrasi melalui Meritokrasi” di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Diponegoro, Semarang, Kamis, 26 Oktober 2017, mendorong agar kelembagaan KASN diperkuat. Hal itu untuk menghindari potensi-potensi patologi birokrasi, serta tidak berjalannya amanat UU ASN.
“Jangan sampai KASN ini menjadi semacam lembaga yang tidak memiliki daya cengkeram yang kuat. Saya secara pribadi termasuk yang berpandangan, perlu adanya penguatan kepada KASN. Bisa dibayangkan, jika tidak ada yang mengawasi dan mengevaluasi, pasti ujungnya ke patologi birokrasi,” kata Taufik.
Bahkan Legislator Partai Amanat Nasional itu menilai saat ini dengan adanya KASN pun masih banyak penyimpangan meritokrasi yang terjadi. Sehingga, agar meritokrasi itu dapat berlangsung efektif, proses elektoral pemimpin daerah juga memegang peranan penting. Proses aktif sebagai calon pemilih dalam proses elektoral akan menentukan bagaimana calon pemimpin daerah itu menjalankan meritokrasi.
“Saat proses elektoral, kita harus menjadi pemilih yang cerdas. Karena, ini menentukan bagaimana komitmen calon pemimpin itu. Siapa pun dan di mana pun calon pemimpin itu untuk berkomitmen terhadap konseptual meritokrasi yang dia janjikan. Sebagai seorang pemilih dalam elektoral, Anda harus menanyakan bagaimana komitmen calon pemimpin yang Anda pilih dalam mengawal meritokrasi,” ucap Taufik.
Taufik memberi contoh jika calon pemimpin daerah terpilih, lalu kemudian mengangkat tim sukses ataupun pendukungnya menjadi bagian dari kepempinan daerah itu, hal itu bisa dikategorikan sudah merusak sistem meritokrasi. Sehingga, pemilih tidak bisa berbuat apa-apa, dan harus menunggu hingga berakhirnya masa jabatan pemimpin daerah itu.
“Untuk menuju proses elektoral yang cerdas, dan profesional, sebagai akademisi kita tidak boleh hanya melihat fisik calonnya. Tetapi bagaimana komitmen dia dalam penjagaan sistem merit di daerah yang akan dia pimpin. Setelah calon pemimpin daerahnya terpilih, si pemilih kemudian berhak untuk mengawasi dan menagih janji pemimpin daerah terpilih itu,” ujar Taufik.
Taufik memperkirakan dengan terwujudnya birokrasi yang sehat, dinamis, dan profesional, serta meritokrasi yang efektif, dapat menjadi roda penggerak pemerintah dalam menjalankan fungsi program-program pemerintah. Atau dalam arti luas, pemerintah dapat menjalankan sistem konstitusionalnya secara serentak dari presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan hingga seluruh aparat yang ada di bawahnya.
“KASN ini memiliki peran sangat penting dan kunci dari amanat Undang-Undang ASN. KASN menjadi penjaga sistem meritokrasi kita. Sehingga, kita tidak boleh acuh tak acuh atau bahkan golput pada proses elektoral, dimana hal ini turut mempengaruhi efektivitas meritokrasi di negara kita,” kata Taufik. (*)