Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menerima Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar di Gedung Parlemen, Senin 5 Maret 2018. Kedatangan Bahrullah berkaitan denga penyerahan data-data hasil Audit BPK atas dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dalam pertemuan ini Anggota DPR RI Roberth Rouw selaku Tim Pemantau Otonomi Khusus Papua menyampaikan jika selama ini dalam setiap audit, dana kas kabupaten di Papua selalu habis. Namun yang menjadi pertanyaan, dikatakan Roberth, ke mana anggaran dana Papua.
“Kas kabupaten selalu habis. Ke mana anggarannya sebab pengelolaan keuangan selalu berantakan,” ujarnya.
Rakyat di daerah Papua tidak lagi percaya kepada pemerintah dan semakin banyak suara miring dari rakyat.
Hal ini dibenarkan Anggota DPR RI Jimmy Demianus Ijie. Dalam kesempatan itu, Jimmy mengatakan bahwa tidak ada korelasi antara uang yang nilainya triliuan dengan kesejahteraan Papua dan Papua Barat. Dan yang menjadi disesali Jimmy yakni, dari setiap laporan keuangan yang disampaikan kepada BPK, hasil yang diberikan yakni WTP yakni Wajar Tanpa Pengecualian.
Bahkan, dari informasi yang diperolehnya, ada oknum Anggota BPK di Papua memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk memeras pejabat pemerintah agar laporan atau audit keuangan tetap ‘aman’.
“Ini sesuatu yang saya prihatinkan. Padahal hasil pemeriksaan BPK sangat rahasia,” keluhnya.
Fadli Zon mengatakan jika DPR sudah melayangkan surat beberapa waktu lalu dan meminta hasil audit BPK terhadap penggunaan dan pengelolaan dana Otonomi Khusus Papua tahun 2011 sampai tahun 2017. Hasil tersebut telah diterima dan dijadikan bahan untuk melakukan kajian terhadap penggunaan dan pengelolaan dana Otonomi Khusus Papua.
“Banyak kawan Anggota DPR yang dari Dapil Papua yang mengatakan penggunaan dana otsus masih kurang dirasakan manfaatnya secara keseluruhan, salah satunya dalam temuan sementara ini, ini ada persoalan regulasi dan persoalan penggunaan dana, dana hibah dan sebagainya,” kata Fadli
Oleh karena itu DPR akan mengundang Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan juga Kementerian PAN-RB, selain dengan BPK dan tim.
“Tim ini akan melakukan kajian dulu mengenai nilai-nilai kerugiannya yang sudah disebutkan,” kata Fadli.
Bahrullah Akbar mengatakan masalah regulasi akan segera diperbaiki, karena hal itu termasuk rekomendasi BPK. Yakni peraturan-peraturan pendukung dan melihat dari kondisi Papua itu sendiri.
“Kemudian sistem pengendalian internal tetap kita perbaiki, tidak hanya BPK tetapi juga teman-teman BPKP stakeholder dari provinsi, kabupaten kota harus sama-sama jernih melihat permasalahan transparansi dan akuntabilitas di Papua,” ujarnya.
Bahrullah mengakui jika selama ini regulasi memang masih kurang, misalnya masalah hibah.
“Itu saya rasa harus ada peraturan khusus untuk mengakomodir hibah sehingga hibah itu benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara baik dan benar. Dan pasti ada potensi penyalahgunaan,” kata dia.
Mengenai anggaran, menurut Bahrullah bukan ranah BPK menyampaikan hal itu namun sebagaimana diketahui sejak tahum 2011, Papua menerima sekitar Rp 60 triliun. (*)