Tempo.Co

RUU Pengelolaan Air Harus Mengatur tentang Standar Pelayanan Minimal
Rabu, 07 Maret 2018
Badan Legislasi membahas RUU pengelolaan Sumber Daya Air, di Gedung DPR Nusantara I. 7 Maret 2018. ( dok. Tempo/Sukarnain )

Anggota DPR RI Mercy Chriesty Barends mengatakan bahwa Rancangan Undang Undang Pengelolaan Sumber Daya Air yang sedang dibahas di Badan Legislasi harus mencantumkan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dikatakannya usai mengikuti Rapat Badan Legislasi di Gedung DPR RI, Rabu 7 Maret 2017, hadirnya undang-undang ini kelak bertujuan untuk memenuhi hak dasar seluruh masyarakat Indonesia terhadap air.

“Harus ada Standar Pelayanan Minimal dong supaya ada alat ukurnya,” kata dia.

SPM juga menunjukkan kehadiran negara untuk ketersediaan air bagi masyarakat. Sehingga pelayanan air bagi warga yang ada di ujung wilayah Pulau Jawa sama dengan di ujung Papua, di ujung Nusa Tenggara Timur maupun di ujung Aceh. Dan, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO tentu akan melakukan pengecekan bagaimana kecukupan kebutuhan air masyarakat Indonesia setiap hari.

“Apakah kita akan menggunakan sistem seperti itu atau disesuaikan dengan kondisi wilayah,” katanya

Selain itu, kata Mercy standar pelayanan minimal paling dasar air juga harus melihat dari sisi kesehatan, sisi sosial dan lain-lain yang harus dihitung. Tidak cukup dengan mencantumkan kalimat bahwa negara menyediakan air bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelahiran RUU ini harus diperhitungkan matang-matang

“Tidak bisa kita menyediakan air bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa alat ukurnya?,” kata Mercy.

Kemudian, menurut dia, harus dipertimbangan segala hal dari sisi tata kelola. Selama ini yang diperhatikan hanya aspek hilir saja yakni di bidang industrialisasi dan komersialisasi air. Padahal di tingkat hulu, sumber air juga mengalami kapitalisasi komersialisasi.

“Tanpa kita sadari sumber air juga dikuasai oleh pihak swasta dan akhirnya masyarakat tidak lagi bisa dengan mudah mengakses air secara layak,” ujarnya.

Dalam RUU harus dipisahkan tata kelola air pada bagian hilir dan bagian hulu. Dan, penekanan lain yang tidak kalah penting yakni mempertimbangkan hak masyarakat adat yang harus diatur sebaik-baiknya sehingga tidak bertentangan dengan undang-undang dan ketentuan lainnya. (*)