Tempo.Co

Sinergi Bendung Pornografi dan Narkoba di Aceh
Jumat, 13 Mei 2016
Konseling kejiwaan bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual serta rehabilitasi pecandu narkoba menjadi kebutuhan mendesak untuk menekan penyebaran pornografi dan narkoba.

Untuk menangkal maraknya penyebaran pornografi dan narkoba, anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo mendorong sinergi antara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh dan Dinas Syariah Aceh. Hal ini ia ungkapkan saat kunjungan kerja ke kantor P2TP2A Provinsi Aceh.

Rahayu mengaku prihatin karena, ketika membicarakan anak-anak muda Aceh, kerap kali identik dengan ganja. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih cukup tinggi. Faktor tingginya penyebaran dan pemakaian narkoba (ganja) di kalangan anak muda Aceh tentu bisa menjadi pemicu maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.

“Konseling kejiwaan bagi para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual serta program rehabilitasi para pecandu narkoba sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk menekan penyebarannya,” ujar Rahayu. Selain itu, Rahayu menambahkan, pemahaman akan efek negatif teknologi informasi melalui media sosial yang mengandung konten pornografi, cyber sex, paham radikal, dan aliran sesat tidak hanya ditujukan kepada anak-anak, tapi juga orang tua.

“Gaya berpakaian masyarakat tidak sepenuhnya bisa menjamin dari ancaman kasus pemerkosaan jika berbagai sumber pemicu, seperti pornografi di media sosial dan narkoba, tidak secara serius dibendung dan diberantas. Kasus pemerkosaan di Pakistan, yang notabene penduduknya juga mayoritas muslim dengan pakaian tertutup, juga tinggi,” kata wakil rakyat dari Jawa Tengah ini.

Sehingga butuh solusi kreatif, misalnya melalui pendidikan kesehatan untuk meredam dampak dari pergaulan bebas. Perlu dijelaskan tentang risiko tertular berbagai penyakit berbahaya, seperti HIV/AIDS jika melakukan seks pranikah secara tidak bertanggung jawab.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, jika diberi ketrampilan yang cukup, para perempuan bisa membantu suami mereka menghidupkan roda perekonomian keluarga sehingga kasus menelantarkan anak bisa diredam. “Terkait kekerasan dan pelecahan seksual, saya yakin para korban banyak yang tidak berani melaporkan kasusnya karena menjadi aib keluarga. Sering kali pola penyelesaian kasusnya hanya dengan cara kekeluargaan saja, tidak sampai ke ranah hukum,” ujar Ledia.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh Dahlia, didampingi Ketua P2TP2A Aceh Dian Marina, mengungkapkan, penerapan syariah Islam di bawah pengawasan Dinas Syariah Aceh perlahan tapi pasti mampu berkontribusi menurunkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Secara umum masyarakat Aceh mendukung penerapan syariah, terlihat dengan kian diminatinya PAUD IT. Gerakan Subuh berjamaah oleh berbagai kelompok masyarakat juga makin ramai, sedangkan pertentangan syariah lebih banyak muncul dari luar Aceh,” ujar Dahlia, menerangkan. (*)