INFO DPR - Komisi VIII DPR mengharapkan adanya inovasi baru yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan, Pelindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB). Hal ini ditegaskan Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay usai berdiskusi dengan Ketua BP3AKB Kalbar Anna Veridiana Iman Kalis dalam kunjungan kerja di Pontianak, baru-baru ini. Tim Komisi VIII juga berkesempatan meninjau shelter Bunga Lita di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA).
Pada kesempatan itu juga diserahkan bantuan pemerintah berupa dana dekonstrasi dari Kemenrerian PPA sebesar Rp 550 juta yang diharapkan untuk program pengarusutamaan gender. "Dana pengarusutamaan gender harus substantif, tidak hanya seminar, diskusi, pertemuan, serta koordinasi. Harus ada program nyata yang bisa dinikmati ibu dan anak-anak," saran Saleh.
BP3AKB ini sifatnya pelayanan sehingga masyarakat datang dibantu dengan inovasi baru sekaligus program pemberdayaan kelompok perempuan maupun anak-anak. Contohnya bagaimana badan ini bisa mengkreasi usaha produktif bagi perempuan supaya tidak hanya berada di sumur, kasur, dan dapur tapi juga di pasar atau berdagang. Kemudian program menciptakan kreatifitas anak, menciptakan anak yang cerdas dan sehat.
“Apalagi pengarusutamaan gender, badan ini aktif mendatangi kaum perempuan supaya lebih berdaya dan tidak diperdaya terus. Kalbar secara umum belum bisa bersinergi dengan pemerintah pusat Kementerian PPA,” tukas Saleh.
Problem perempuan dan anak dari waktu ke waktu tidak pernah hilang, kekerasan pada ibu-isteri anak-anak pelecehan seksual hingga anak yang ditelantarkan kadang tidak diproses sesuai ketentuan perudangan yang berlaku. Karena itu Komisi VIII dari waktu ke waktu ingin terus memberdayakan Kementerian PPA.
Anna Veridiana Kalis menjelaskan bahwa Kalbar dengan 5,3 juta penduduk tidak semua bermasalah. "Masih banyak perempuan dan anak-anak yang berkembang dan berprestasi. Salah satunya di eksekutif ada sekitar seribu wanita di jabatan struktural. Begitu pula di lembaga negara lain baik di lembaga yudikatif maupun legislatif perempuan cukup berperan," tuturnya.
Khusus dalam kasus kejahatan seksual yang pelakunya adalah mantan korban, lanjutnya, pihaknya membentuk trauma healing dengan melibatkan psikolog supaya anak ini melapaskan traumanya tak menjadi dendam. (*)