Tempo.Co

Fahri Hamzah : Tidak Ada Tempat Bagi Buruh Kasar Asing
Kamis, 19 April 2018
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai perlu dibuka usulan hak angket untuk melacak keberadaan buruh kasar atau tenaga kerja asing di Indonesia. Usulan ini disampaikannya di Gedung DPR RI, Kamis 19 April 2018. Dikatakannya, jika semua tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah buruh kasar. Temuan ini tidak hanya berdasarkan hasil investigasinya di lapangan, akan tetapi melihat laporan masyarakat yang disampaikan melalui video dan foto.  

Padahal, sesuai ketentuan di UU Ketenagakerjaan, yang dibutuhkan Indonesia dari tenaga kerja asing yakni mereka yang mempunyai keahlian, mampu mentransfer keahliannya, dan mempunyai kemampuan bahasa untuk membagi keahliannya.

“Tenaga kerja asing itu harus mempunyai keahlian, bisa mentransfer keahliannya dan punya bahasa untuk mentransfer keahliannya. Itu syarat dari undang-undang,” ujar Fahri.   

Dengan kondisi ini, Fahri menegaskan jika sesuai ketentuan, buruh kasar asing tidak mendapat tempat di Indonesia. Pemerintah harus segera bertindak tegas menolak kehadiran para buruh kasar dari negara lain. Pemerintah diminta tidak berdalih atau nama investasi akan tetapi harus tegas mengatur tentang batasan siapa saja yang berhak mencari pekerjaan di Indonesia.

“Saya sudah periksa ke lapangan ternyata semuanya itu buruh kasar. Jadi Indonesia tidak memerlukan buruh kasar. Indonesia tutup pintu untuk buruh kasar.  Maka perlu hak angket untuk melacak itu jangan-jangan banyak yang seperti ini. Bagian imigrasi mengakui jika ada ratusan ribu buruh kasar. Memang faktanya begitu,” ucap Fahri.

Pemerintah juga harus menyelesaikan kegelisahan publik Indonesia dengan cara menginvestigasi apa yang sebetulnya terjadi. Hal itu lebih penting supaya tidak menimbulkan kekacauan karena pemerintah harus memberikan jawaban yang sah dan benar.

Fahri mengecam modus penyelundupan buruh kasar yang memakai dalil turis sebab, itu adalah kejahatan, melanggar Undang-Undang Imigrasi dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pemerintah juga harus mengecek dan menginvestigasi modus ini.

“Saat ini buruh mulai gelisah. Sebab sudah diperlakukan tidak adil, sekarang malah ‘kue’-nya dirampas,” katanya. (*)