Tempo.Co

Pergantian Direksi Pertamina Mempengaruhi Investasi
Selasa, 24 April 2018
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron, Pergantian direksi di Pertamina diharapkan tidak mengganggu kinerja, di Gedung DPR RI, Selasa, 24 April 2018. (Foto: Tempo/Sukarnain)

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengatakan jika pergeseran pimpinan di Pertamina tidak perlu menjadi polemik sebab pergantian direksi adalah hal biasa di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno. Hasil RUPSLB Pertamina pada 20 April 2018 memutuskan Elia Massa Manik digantikan oleh Nicke Widyawati sebagai Plt Direktur Utama Pertamina merangkap Direktur SDM.  

“Di bawah Menteri Rini pergeseran atau gonta-ganti ini sudah biasa. Kalau kemudian pergeseran ini ditarik ke persoalan terjadi kebocoran minyak di Teluk Balikpapan tidak ada kaitannya,” katanya.

Kebocoroan minyak di Teluk Balikpapan disebabkan karena kapal pengangkut batubara MP ever judger yang terindikasi memutus pipa di dasar laut. Terkait masalah itu, Komisi VII DPR sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi terjadinya kebocoran di Teluk Balikpapan.

“Kami sudah sidak ke sana dan penanganannya dilakukan dengan cepat. Yang terkait masalah sosial juga ditangani dengan cepat meski untuk klaim masih menunggu hasil penyelidikan dari Polda Kalimantan Timur,” ujarnya.

Kemudian jika dikaitkan dengan kelangkaan premium, menurut Herman, isu tersebut berlebihan. Lantaran selama ini pertamina itu hanya sebagai operator dan regulator adalah pemerintah. Hal yang terkait dengan penetapan harga, pengalokasian subsidi dan besaran serta kuantum subsidi bergantung pada regulator. Penetapan kawasan juga peran regulator.

“Kemudian, kenapa premium itu tidak ada? Karena dulu equal harganya dengan pertalite. Begitu harga minyak internasional naik, otomatis bahwa itu juga akan menaikkan harga-harga yang ada di komoditas yang tidak bersubsidi atau ditetapkan harga oleh pemerintah. Sehingga kelangkaan itu terjadi karena masyarakat mencari pilihan harga BBM lainnya,” katanya.

Menyinggung soal kelangkaan premium, dikatakan Herman bahwa premium sudah langka sejak lama lantaran tidak lagi disubsidi dan didorong ke daerah terluar dan terdepan di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali).  

Herman meyakini jika pergeseran direktur utama di Pertamina terjadi karena polemik SK  39/MBU/02/2018, tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengalihan Tugas Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT PertaminaMenteri BUMN sebagai pemegang saham pemerintah menetapkan adanya organisasi baru, misalnya ada infrastruktur dan supplay chance management dalam satu direksi, kemudian ada penghapusan direktur gas dan penghapusan direktur mega proyek.

Pergantian ini diyakini akan mempengaruhi mundurnya investasi di Pertamina. Selain itu, akan menghambat proses pelayanan yang seharusnya lebih ditingkatkan dan lebih aspiratif sesuai situasi yang berkembang di masyarakat

“Secara manajemen pertamina sudah mapan. Hanya saja, dengan nomenklatur baru tentu harus ada penyesuaian struktur,” katanya.   

Bahwa pada sisi lain lain, Pertamina kini sedang meningkatkan investasi di kilang. Selama ini kilang Pertamina hanya bisa memproses sweet crude oil. Sehingga harus ada bisa membangun kilang-kilang yang lebih adaptif terhadap sumber minyak di manapun berada.

“Dengan manajemen baru, harus ada perubahan manajemen juga, jadi dari sisi investasi mungkin agak mundur,” ujarnya.

Dari sisi pelayanan publik pun menjadi terhambat karena perusahaan minyak ini high risk, high investment, high qualification dan melayani publik.

"Perubahan struktur akan menghambat proses pelayanan yang seharusnya lebih ditingkatkan dan lebih aspiratif dengan situasi yang berkembang di masyarakat. (*)