Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo mengatakan masih ada sanksi tidak tegas kepada perusahaan pencemar limbah di sepanjang perairan Kota Batam, Kepulauan Riau. Sebab, tumpahan minyak di lautan ini masih terjadi sepanjang tahun.
“Perlu ada jawaban yang serius. Dan saya minta setelah kita kembali ke Jakarta, kita harus rapat membicarakan ini bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena potensi limbahnya itu luar biasa,” ujar Mukhtar setelah pertemuan antara Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI dengan pihak terkait di Kantor Gubernur Kepri, di Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin 30 April 2018.
Diketahui, baru-baru ini limbah minyak (oil spill) mencemari sejumlah titik pantai di Nongsa, Batam. Dampaknya terkena di antaranya pantai kawasan wisata dan resort (penginapan mewah) Turi Beach dan Nongsa Village. Kawasan pesisir Batam dan Bintan pun tercemar tumpahan minyak sejak tahun 2015, yang diduga karena pembuangan limbah minyak secara ilegal.
Dari data KLHK ada 200 drum limbah yang sudah diangkut. Jika dikalikan sepanjang lima bulan sudah ada 1000 drum. Data dari Provinsi Kepri berbeda dan sudah mengangkut sekitar 30 drum.
“Seolah-olah ada pembiaran yang terjadi. Untuk angkanya limbah itu mencapai 200 drum untuk KLHK, dan 30 drum untuk provinsi. Itu pun masih tidak jelas apakah itu tiap bulan sepanjang lima bulan dalam tahun berjalan ataukah itu angka dalam akumulasi satu tahunan lima bulan itu. Jika perbulan dimulai dari bulan Oktober sampai Februari, berarti ada lima bulan jika dikalikan dengan limbah yang diangkut oleh KLHK saja 200 drum, berarti akan ada 1000 drum,” tutur Mukhtar.
Penanganan persoalan ini tidak jelas. Ia melihat hanya ada perebutan limbah untuk dibawa ke perusahaan pengolahan limbah yang ada di Provinsi Kepri dan tidak mencantumkan apa yang dilakukan oleh pemerintah, terutama dalam menangani limbah dan pencegahannya. Dia melihat penanganan tumpahan minyak di Provinsi Kepri tidak serius jika dibandingkan respon terhadap tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.
Jika tidak ditangani serius dan cepat, Mukhtar khawatir, masalah ini akan berdampak panjang dan mengakibatkan persoalan yang lebih buruk lagi bagi masyarakat di sekitar perairan.
“Ini terjadi setiap tahun dan bahayanya itu mungkin tidak terjadi jatuh korban jiwa secara langsung. Tetapi dampaknya nanti luar biasa, bagaimana dengan kita yang makan makanan hasil laut, bagaimana dengan ibu hamil dan anak-anak yang mengkonsumsi makanan laut yang tercemar limbah. Kita belum tahu juga bagaimana hasil penelitian lingkungan laut biota lautnya rusak sampai di mana kerusakannya,” kata Mukhtar. (*)