Tempo.Co

DPR Apresiasi Penanganan Polri Atasi Kerusuhan di Mako Brimob
Jumat, 11 Mei 2018
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo Evalusai rutan di mako Brimob. Jum`at, 11 Mei 2018. (Foto: Tempo/Sukarnain)

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan apresiasi dan memberikan ancungan jempol kepada Polri yang berhasil melakukan tindakan yang tepat atas drama penyanderaan 36 jam yang dilakukan terpidana teroris. Penindakan dengan soft approach, yang akhirnya sandera dibebaskan nyaris tanpa korban jiwa, disertai evakuasi 155 terpidana teroris ke LP Pasir Putih Nusa Kambangan.

“Pendekatan soft approach, yang dilakukan Polri terhadap 156 teroris bersenjata, pantas diberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi. Mengingat ada lima korban tewas secara mengenaskan ada di pihak Polri dan Polri mampu menahan diri dari kemarahan. Sementara di pihak penyandera ada 156 teroris terlatih dengan doktrin jihad dan siap mati sahid,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Jumat 11 Mei 2018.

Bamsoet, sapaannya, juga  menyampaikan dukacita mendalam bagi semua anggota Brimob yang tewas dalam kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (8/5) malam. 

“Sambil mendoakan dan mengimbau keluarga para korban agar diberi ketabahan, Pimpinan DPR dan semua jajaran terus mengikuti perkembangan pasca para penyandera berhasil dijinakkan di lokasi kejadian,” tuturnya.

Belajar dari peristiwa rusuh ini, DPR mendorong Polri untuk memberlakukan pengamanan ekstra maksimum kepada para napi teroris. Pengamanan ekstra maksimum itu harus menutup kesempatan para napi memiliki atau menguasai peralatan sesederhana apa pun yang dapat digunakan untuk membobol Rutan atau mengancam para petugas Rutan.

“Faktanya, bahwa lima korban tewas akibat luka bacokan senjata tajam tentu saja akan memunculkan pertanyaan; dari mana atau bagaimana prosesnya sehingga para napi teroris itu bisa memiliki atau menguasai senjata tajam? Masalah ini tentu harus diselidiki. Siapa yang membawa dan memberikan senjata tajam kepada para napi itu?,” katanya.

Penguasaan senjata tajam oleh para napi teroris itu menjadi pertanda bahwa sel para teroris di Rutan Mako Brimob belum menerapkan standar pengamanan ekstra maksimum. Padahal, standar pengamanan ekstra maksimum diperlukan untuk membatasi interaksi napi dengan rekan mereka atau jaringan sel-sel teroris di luar Rutan. Pengamanan ekstra maksimum juga termasuk mewajibkan para keluarga atau rekan para napi membatasi barang-barang bawaan saat melakukan kunjungan dan berdialog dengan para napi. (*)