Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan sejumlah aksi teror yang terjadi di sejumlah daerah adalah perilaku orang gila yang telah rela menjual nyawa keluarga dan bangsa sendiri demi melayani birahi para penggiat perang yang mendapatkan keuntungan rupiah dan dolar dari tumpahnya darah. Dengan sejumlah kegilaan itu, Fahri mengingatkan agar Indonesia tetap berpegang pada Pancasila.
"Orang yang lebih gilanya itu ada di pucuk pimpinan mereka, yang memerintahkan perang, dan menyiapkan regulasi bagi peperangan. Ada juga yang menjadi robot yang menyiapkan diri untuk kematian yang konyol,” ujar Fahri dalam keterangan tertulisnya Rabu 15 Mei 2018.
Dikatakannya bahwa Indonesia adalah bangsa yang memandatkan ikut serta dalam perdamaian dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia, katanya, bukan tempat para orang gila (sakit jiwa) atau orang-orang gagal yang ingin mencari alasan mencipta kehancuran, tapi membangun pencitraan.
“Indonesia akan melawan sakit jiwa kalian," tegasnya.
Pikiran ini, kata Fahri berasal dari para pendiri bangsa. Karena itu jika ada yang tidak paham, maka memanglah bukan dia yang layak di depan.
"Indonesia ini raya, tempat benih kebaikan agama dan negara dipersatukan, tempat timur dan barat bercumbu menemukan cintanya yang sejati. Khalifah Bumi. Minggir lah yang tak sanggup. Amanah ini berat. Biarkan yang lain yang punya pikiran dan yang sanggup memikul beban. Ada yang ingin mengalihkan perhatian. Kegagalan negara ingin dikompensasi dengan perang. Akal sehat kita berkata tidak,” kata Fahri.
Indonesia, ucapnya, mempunyai jalannya sendiri dengan akal sehat dan jiwa yang tenang. Bahwa Indonesia mempunyai jalan kehidupan. Amanah ini harus menjadi visi peradaban Pancasila menuju dunia yang damai dan tenang. Maka Indonesia menolak meregulasi perang.
Bahkan, ujar politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, Indonesia harus menjadi penemu jalan baru bagi perdamaian dan dunia yang aman, yang hakiki. Maka, rakyat Indonesia tidak boleh ikutan, apalagi mengikuti jejak kebodohan dan kekalahan. (*)