Tempo.Co

Rekomendasi 200 Penceramah Dinilai Membingungkan
Senin, 21 Mei 2018
Rekomendasi 200 Mubalig Versi Kemenag Dinilai Bingungkan Umat, di Gedung DPR RI, Senin, 21 Mei 2018. (Foto: Dok. DPR)

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan beranggapan rekomendasi 200 Penceramah atau Mubaligh versi Kementerian Agama (Kemenag) yang tidak tetap, bisa membingungkan umat Islam. Apalagi, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi pernah mengatakan 200 nama mubaligh yang direkomendasikan Kemenag tidak wajib dan tidak mengikat. Menurut Taufik, ini akan semakin membingungkan masyarakat.

“MUI bilang tidak perlu diikuti. Lalu kenapa Kemenag harus mengeluarkan daftar rekomendasi itu. Apalagi ini daftarnya sementara, dan kemungkinan akan bertambah lagi. Ini pembenaran terus dari Kemenag, yang nantinya malah membingungkan masyarakat,” ujar Taufik melalui keterangan tertulisnya, Sabtu 19 Mei 2018.

Menurut Taufik, para menteri, khususnya Menteri Agama, jangan terlalu mudah mengeluarkan kebijakan atau rekomendasi tanpa berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo terlebih dahulu. Paling tidak, rekomendasi dikeluarkan tidak dengan asal-asalan, karena banyak nama mubaligh pada ormas-ormas Islam yang besar tidak ada dalam rekomendasi itu.

Sebelumnya, Kemenag merekomendasikan 200 nama penceramah. Nama-nama ini sudah sesuai masukan para ulama hingga kiai. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya meminta informasi dari sejumlah ormas Islam, masjid besar, tokoh-tokoh ulama kiai pemuka agama.

Jumlah 200 nama ini tentu belum final. Menurut Lukman, masih ada nama-nama lain yang direkomendasikan sebagai penceramah. “Tentu ini nanti akan secara bertahap akan ada susulan, bukan berarti yang tidak termasuk daftar 200 itu bukan penceramah moderat. Tapi yang jelas yang 200 itu sudah benar-benar atas rekomendasi dari sejumlah kalangan,” ujar Lukman. 

Sementara itu, MUI menegaskan, 200 daftar nama penceramah yang direkomendasikan Kemenag belum final. Jumlah nama-nama mubaligh yang diperoleh dari masukan berbagai sumber itu masih bersifat dinamis dan bisa bertambah.

“Rekomendasi dari Kemenag tersebut, menurut hemat kami bukan menjadi sebuah keharusan yang harus diikuti, tetapi hanya sebuah pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya,” kata Zainut.(*)