Sejak menggantikan posisi Setya Novanto pada 15 Januari lalu, Bambang Soesatyo (Bamsoet) membawa banyak perubahan di DPR RI. Terutama citra lembaga legislatif di mata rakyat yang selama ini kerap negative. Kesimpulan ini merupakan hasil survei Charta Politika. Survei yang digelar pada 13-19 April tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan Bamsoet mampu mengubah wajah DPR RI. Mereka lebih optimis terhadap kinerja DPR di bawah mantan ketua Komisi III DPR itu daripada saat dipimpin Setya Novanto.
Sebanyak 49,3 persen responden menyatakan optimis dengan Bamsoet. Sementara mereka yang optimis dengan kepemimpinan Setya Novanto hanya 17 persen. Sisanya 33,7 persen menjawab tidak tahu. Dengan margin of error mencapai 2,19 persen, hasil tersebut menunjukkan bahwa Bamsoet berhasil mengubah wajah DPR dalam tempo kurang dari lima bulan.
“Survei dilakukan pada 2000 responden dengan sebaran meliputi 34 provinsi dan 10 etnis dengan usia responden minimal 17 tahun atau sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pilih,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya.
Survei dilakukan secara tatap muka (face to face interview) dengan menggunakan kuesioner terstruktur (structured interview). Sampel responden dipilih secara acak (probablity sampling) dengan metode penarikan sampel acak bertingkat (multistage random sampling). Meskipun demikian, random sampling tersebut tetap memperhatikan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah penduduk di setiap kabupaten.
Dihubungi terpisah, Bamsoet menganggap hasil survei tersebut sebagai kepercayaan masyarakat yang harus dijaga. Sejak secara resmi menggantikan Setya Novanto pada rapat paripurna 15 Januari lalu, Bamsoet hanya ingin melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Terutama mendorong lembaga yang dipimpinnya untuk jauh lebih keras dalam mendengar aspirasi masyarakat.
Selain itu, Bamsoet juga ingin agar beban legislasi lebih banyak yang diselesaikan. Tujuannya, produktivitas kinerja DPR bisa meningkat dibanding sebelumnya. Tidak seperti tahun lalu di mana DPR hanya bisa menyelesaikan 4 RUU secara kumulatif terbuka dari target 49 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017.
Memang, Bamsoet mengakui, banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya kinerja legislasi tersebut. Di antaranya, kurang kuatnya komitmen salah satu pihak (DPR atau pemerintah) dalam menyelesaikan tahapan pembentukan UU yang telah direncanakan, lemahnya koordinasi antar-lembaga pembentuk UU, dan kurangnya pemahaman terhadap proses pembentukan UU.
“Mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa kita menghadapi citra DPR yang buruk karena kasus yang dialami Pak Setnov. Yang bisa kita lakukan untuk membenahinya adalah dengan bekerja lebih giat lagi. Terutama pada persoalan yang sedang menjadi perhatian masyarakat,” katanya. (*)