Tempo.Co

Indonesia Melarang Gerakan Komunis
Kamis, 31 Mei 2018
Rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI dengan elemen masyarakat dan LSM, Nusantara II, Gedung DPR RI, Kamis, 31 Mei 2018. (Foto: Tempo/Sukarnain)

Anggota Komisi III DPR mendengarkan keluhan dari  enam elemen masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat diantaranya Komunitas Peduli Pariwisata Bali yang mengeluhkan kehadiran tenaga asing dari tiongkok yang kini menjadi pemandu wisata di Bali, kemudian ada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyampaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM),  reformasi dan RUU terorisme serta Tim Pengacara Muslim dan pengaduan Lim Maria tentang sengketa tanah. Rapat dengar pendapat ini dipimpin Erma Suryani Ranik di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kamis 31 Mei 2018.  

Dalam pertemuani itu, semua keluhan akan dibantu diselesaikan oleh legislatif. Anggota Komisi III Taufiqulhadi mengatakan jika sangat mengapresiasi pemikiran yang disampaikan mahasiswa ITB. Dia mengapresiasi pemikiran mahasiswa yang masih muda, namun memiliki konsentrasi terhadap politik dan terhadap bangsa. Dia mengomentari sejumlah aksi otoriter yang menutup sejumlah kegiatan mahasiswa. 

“Ketika adik-adik melihat ada pihak yang bertindak sendiri, dia bukan otoritas tetapi memaksa untuk menutup kegiatan mahasiswa. Bukan hanya di ITB, di Bandung, tapi juga di sejumlah kota-kota yang lain. Itulah sebabnya kita harus membikin undang-undang yang lengkap,” ujarnya.

Jika tidak demikian, akan terjadi kekosongan hukum. Akibat kekosongan hukum ini akan masuk organisasi yang menyerbu ke sana kemari atau melakukan persekusi.

“Itulah sebabnya kita membuat undang-undang, memasukkan pasal tentang zina di dalam KUHP baru agar jangan kemudian orang dengan mudah melakukan persekusi. Karena ada kekosongan hukum masalah zina,” ujarnya seraya mengatakan jika pembahasan KUHP saat ini sedang diselesaikan.

Menurut Taufiq, masalah yang diserbu atau dipersekusi oleh organisasi tersebut adalah masalah Karl Marx. Dalam KUHP baru itu nanti menyebutkan jika yang dilarang di Indonesia adalah gerakan komunisme yakni marxisme-leninisme. Kalau marxisme digabung dengan leninisme, akan menjadi gerakan.

“Gerakan itu tidak boleh. Tetapi kalau kita membaca Marxis saja, itu tidak apa. Boleh, itu filsafat. Ilmu pengetahuan tidak boleh dilarang. Yang dilarang gerakannya. Kenapa komunisme di Indonesia tidak boleh? Karena Indonesia adalah negara Pancasila,” ujarnya.

Pada sila pertama dari Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa berarti mengakui keberadaan Tuhan. Gerakan komunisme berarti menolak Tuhan. Selain itu gerakan komunisme itu juga memonopoli kekuasaan karena jika gerakan ini berkuasa, maka hanya satu partai yang ada.

“Di Indonesia tidak boleh karena kita mengakui partai-partai yang banyak itu,” tuturnya.

Kendati demikian, dia juga tidak setuju jika ada tindakan persekusi terhadap hal itu. Diakuinya hal itu akan mengganggu kebebasan berserikat di Indonesia. (*)