Tempo.Co

Pembahasan RUU Kepulauan Diharapkan Selesai Tahun Ini
Jumat, 10 Agustus 2018
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kepulauan bisa disahkan paling cepat tahun ini, dan paling lambat sebelum DPR periode ini berakhir, Jum`at, 10 Agustsus 2018. Foto Dok. DPR

INFO DPR - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kepulauan bisa disahkan tahun ini, atau paling lambat sebelum DPR periode ini berakhir pada 30 September 2019. Namun, untuk menggolkan ini harus ada pembagian tugas dari masing-masing pihak, DPR, DPD dan pemerintah delapan provinsi kepulauan.

"Ini adalah golden moment kita. Setiap undang-undang beginian, biasanya disahkannya dalam transisi," kata Fahri ketika memimpin rapat didampingi Wakil Ketua DPD RI Ahmad Muqowam saat menyampaikan kesimpulan hasil audiens antara DPR, DPD RI dengan para gubernur provinsi kepulauan (delapan gubernur) membahas RUU Kepulauan di Ruang Rapat Komisi II Gedung Nusantara di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Agustus 2018.

Di DPR, Fahri berjanji akan 'mengejar' fraksi-fraksi yang belum mendaftar. Dalam rapat pimpinan pada Senin pekan depan, dia akan mengusahakan agar digelar Rapat Bamus dan meminta perhatian seluruh fraksi. 

Kepada pimpinan DPD, Fahri menyarankan agar senator membuat surat kepada presiden dan mengusulkan untuk memasukan masalah RUU Kepulauan ini di dalam pidatonya.

Selain itu, Fahri juga mengatakan akan membicarakan RUU Kepulauan kepada presiden. Sehingga presiden dapat mendesak atau meminta menteri keuangan dan menteri terkait khususnya untuk membahasnya dan menyiapkan alokasi anggaran.

Soal anggaran, kata Fahri, tidak akan membebani pemerintahan yang sekarang sebab APBN 2019 akan berakhir pembahasannya sekitar Oktober 2018. Jadi, jika UU disahkan pada tahun yang akan datang, beban anggaran baru ada pada APBN 2020.

"Kita nanti akan minta dan saya akan bicara langsung dengan Menteri Keuangan. Lobi kepada presiden perlu kita tingkatkan supaya pengalokasian ini bisa dilakukan," ucapnya.

Di sisi lain, Fahri melanjutkan bahwa konsepsi Indonesia sebagai kekuatan laut telah hilang. Semakin lama Indonesia menjadi kekuatan darat dengan banyak sekali saingan. Semua peradaban besar yang ada sekarang memakai peradaban darat, seperti China, Amerika, Eropa, dan lainnya.

"Kita itu ya seharusnya memakai peradaban laut, kalu kita mau melawan dan bersaing dengan mereka kita harus pakai konsep sendiri, yaitu maritim. Nah, ini yang tidak didalami, maka undang-undang ini (poros maritim) adalah dasar dari peletakan konsepsi awal, bagaimana kita mengelola negara maritim, saya kira itu," ujarnya. (*)