Tempo.Co

Fahri Minta Presiden Bantu Warga Lombok
Senin, 20 Agustus 2018
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, Mohon Ke Presiden Jokowi Segera Ambil Keputusan untuk Bantu Lombok, Senin, 20 Agustus 2018. Foto Dok. DPR

INFO DPR - Gempa kerkekuatan 6,9 SR kembali mengguncang Lombok Timur Minggu, Nusa Tenggara Barat, Minggu, 19 Agustus 2018. Guncangan kencang ketiga yang terjadi dalam satu bulan terakhir ini berimbas hingga ke Klungkung.

Menyikapi rententan bencana gempa yang menimpa warga Lombok, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk membantu rakyat NTB. Permohonan ini disampaikan Fahri melalui akun twitternya. Saat ini Fahri masih mengawasi pelaksanaan ibadah haji di Mekah. 

"Status apapun, yang penting ada bantuan besar. Hampir 1000 kali gempa dan ratusan ribu pengungsi apakah kurang? Dari Arafah aku memohon," ujar Fahri, Senin, 20 Agustus 2018.

Menurutnya, negara harus hadir dalam tindakan yang besar mengingat negara merupakan perhimpunan seluruh sumber daya masyarakat. Bahkan, negara wujud dari kekokohan kolektif energi bangsa.

Karena kapasitasnya yang sangat besar, negara tidak sekedar menghimpun dana sosial dari satu-dua orang atau sekelompok orang, namun menghimpun dari seluruh sumberdaya negara.

"Rakyat kita memang kuat. Masyarakat sipil bekerja menghimpun dana-dana sosial, dengan tindakan yang spesifik tapi hanya pada spot yang terbatas. Sedang negara, bisa hadir melampauinya dengan kesigapan yang cepat dan tangkas. Ayolah pak Jokowi turunlah," ujarnya.

Anggota DPR dari dapil NTB mengatakan jika tindakan negara terwujud melalui dua alas, yakni melalui regulasi dan kedua melalui budget. Melalui regulasi, status bencana NTB perlu ditinjau ulang, dan kalau bisa ditingkatkan menjadi bencana nasional, agar negara terlibat penuh melalui struktur raksasanya dalam penyelesaian bencana Lombok. Dengan membentuk badan rehabilitasi akan mempercepat pemulihan NTB, memulihkan pariwisata Lombok, juga mengembalikan keceriaan warga.

Saat ini, Fahri belum mendengar ada "kelembagaan nasional" untuk penanganan gempa NTB. Jakarta masih merespon bencana Lombok dengan birokrasi normal. Sementara Pemda diminta berdiri kokoh menanggapi gempa, meski pun mereka (orang-orang Pemda), juga sebenarnya adalah korban.

"Aparat Pemda saya saksikan sendiri kebingungan dengan skala bencana ini. Mereka juga korban, tapi kita meminta mereka untuk mengurus diri mereka mandiri. Sungguh tindakan yang tidak bijak," cetusnya.

Memang, diakuinya, melalui budgeting, negara sudah menjanjikan Rp 4 triliun untuk Lombok saja. Ini yang mesti dipantau bersama, sehingga anggaran tersebut mesti dirasakan kehadirannya. Namun tentunya, birokrasi pembiayaannya mesti ringkas.

"Dengan regulasi dan budgeting yang tanggap bencana itulah maka harapan pemulihan Lombok dapat kita susun dalam time frame yang jelas. Dengan demikian kita bisa mengestimasi waktu kerja kita. Ada jadwal dan ada kepastian. Jangan seperti sekarang negara nampak gamang," harapnya. (*)