Tempo.Co

Status Bencana Lombok Dibahas Dalam Diskusi di DPR
Selasa, 21 Agustus 2018
Anggota DPR RI mengatakan jika dalam penanganan bencana Lombok harus mengutamakan sisi Kemanusiaan, Nusantara III di Gedung DPR RI, Selasa, 21 Agustus 2018. Foto (Tempo/Sukarnain)

INFO DPR - Desakan sejumlah pihak kepada pemerintah agar menetapkan status Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi bencana nasional dibahas dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk 'Regulasi, Pengawasan dan Penanganan Bencana Lombok Duka Indonesia?', di Gedung DPR, Selasa, 21 Agustus 2018.

Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu, sebagai narasumber, mengatakan jika musibah gempa di Lombok dan Bali masih ditangani dalam fase tanggap darurat. Pemerintah, kata Masinton, mempunyai pertimbangan mengapa status bencana alam di Lombok tidak disebut sebagai bencana nasional.

Jika kembali mengingat musibah bencana tsunami di Aceh, bencana di ujung barat Indonesia itu menewaskan ribuan jiwa, saat itu situasi pemerintahan dan kegiatan ekonomi lumpuh, tidak ada akses ke sumber daya nasional. Karena situasi itu maka pemerintah menetapkan bencana tsunami di Aceh sebagai bencana nasional.

“Tentu, kita tidak menghitung statistik atau berapa jumlahnya apalagi yang menyangkut jiwa. Namun yang penting adalah bagaimana tugas penanggulangannya, dan negara harus hadir,” ujar Masinton. 

Menurut Masinton, status dan penanganan bencana harus diletakkan pada sisi kemanusiaan bukan pada aspek politik. Dan, negara juga tidak boleh abai pada penderitaan rakyatnya. Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan hidup dan jaminan keamanan bagi korban di Lombok.

“Yang penting itu bukan status bencananya, tetapi cepat atau lamban menangani penderitaan warga,” tuturnya.

Saat ini bantuan pemerintah dan rakyat terus mengalir. Pemerintah melalui Menkeu RI Sri Mulyani dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengucurkan anggaran penanganan gempa di Lombok dan wilayah lain di NTB  sebesar Rp 4 triliun.

Sementara itu, narasumber lain, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan jika secara kelembagaan Komisi V akan mengunjungi korban bencana alam di Lombok lusa, Kamis, 23 Agustus 2018. Kedatangan mereka sekaligus melihat secara langsung langkah dan penanganan apa yang sudah dilakukan mitra kerja mereka yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basarnas dan BMKG. .

“Kaitannya dengan BMKG adalah kepastian informasi cuaca, early warning system berjalan atau tidak. Pada PUPR berkaitan dengan infrastruktur,” ujarnya.

Berkaitan dengan status bencana nasional, menurut Fary, jika melihat dari sisi mitigasi, situasi di Lombok seharusnya sudah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Pengamat Sosial Ekonomi Johannes Saragih yang dihadirkan menjadi pembicara juga di diskusi ini menilai bencana alam yang kerap terjadi di daerah rawan bencana masih direspon Indonesia dengan 'gagap'. Padahal sebenarnya sudah ada badan yang kompeten memprediksi potensi bencana di Indonesia yang dikelilingi kawasan cincin api (ring of fire).    

“Meski ada Badan Vulkanologi, tetapi mereka bicara pasca bencana, bukan sebelum bencana. Padahal seharusnya badan ini bicara sebelum bencana terjadi,” ujar Johanes.

Menurut Johanes, dengan banyaknya bencana alam di Indonesia ini, seharusnya ada adu teknologi yang sudah siap menangani atau tanggap menghadapi bencana alam di Indonesia. Dia melihat bagaimana teknologi ini sudah dimiliki Singapura dan Israel ketika membantu korban bencana tsunami di Aceh. (*)