INFO DPR - Banyak ketentuan dan peraturan pelayaran dan kelautan di Kementerian Perhubungan bertentangan dan tumpang tindih. Anggota Komisi V DPR RI Anthon Sihombing mengatakan hal ini usai mendengarkan keluhan dan petisi Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) di Ruang Komisi V Gedung DPR, Selasa 28 Agustus 2018.
“Banyaknya aturan yang tumpang tindih mengakibatkan pengguna pelayaran atau pengusaha dan IKPPNI bingung,” ujar Anthon didampingi Ketua IKPPNI Dwi Cahyono dan jajarannya.
Salah satu hal yang dikeluhkan yakni sumber daya manusia yang ada di Kementerian Perhubungan dinilai tidak mendukung dunia kemaritiman dan pelayaran. Sebab, sebanyak 16 ribu orang pegawai di Kementerian Perhubungan hanya sekitar 400 orang yang memenuhi ijazah atau mempunyai keahlian kemaritiman dan pelayaran.
"Masih banyak syahbandar yang tidak berpendidikan dan memiliki kompetensi ahli perkapalan dan pelayaran. Jadi bagaimana mau maju Kementerian Perhubungan itu,” ujar Anthon.
Padahal setiap tahun pemerintah memberikan anggaran tidak kurang Rp 5 triliun untuk mendanai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) bahkan dana untuk mengembangkan kompetensi itu dimintai hingga Rp 7,7 triliun. Alokasi dana itu dinilai sia-sia saja lantaran hasil lulusan sekolah tinggi pelayaran dan pendidikan yang ikut dalam BPSDM tidak bekerja di bawah Kementerian Perhubungan. Malahan, Kementerian Perhubungan mengambil tenaga dari luar.
“Baru kali ini menjadi Direktorat Perkapalan dan Kepelautan namun di dalamnya bukan orang kapal. Sehingga banyak terjadi kesalahan yang dialami. Kalau ada kecelakaan kapal dikatakan penyebabnya gelombang laut, cuaca buruk dan angin kencang. Padahal kecelakaan disebabkan karena manusia, karena syahbandar yang tidak kompeten,” ucap Anthon.
Anthon juga mendukung isi petisi yang menolak kehadiran kepolisian menangani kasus kecelakaan kapal. Sebab, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan jika terjadi kecelakaan maka yang memeriksa pertama kali adalah syahbandar.
“Bukan diperiksa oleh kepolisian. Bagaimana bisa memutuskan hasil pemeriksaan jika yang memeriksa tidak tahu bagaimana pelayaran dan perkapalan,” kata Anthon.
Peran KNKT atau Komite Nasional Keselamatan Transportasi juga disoroti. Sebab KNKT tidak ada diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2008. Tetapi sekarang seolah KNKT yang memutus dan mencari kesalahan dan diutamakan.
Oleh karena banyak aturan dan ketentuan yang tidak mendukung dunia pelayaran dan perkapalan, Anthon akan mengusulkan jika dibentuk Panja terkait persoalan tersebut. Dia juga berharap IKPPN menemui Komisi X dan Komisi IX DPR RI untuk mendukung rencana mendirikan akademi atau pendidikan tinggi bidang pelayaran dan kelautan.
“Di samping itu, kami juga minta Menteri Perhubungan agar mengevaluasi secara keselurahan kinerja aparat dan sesuai tupoksi dan kompetensi masing-masing. Agar upaya Presiden Joko Widodo mencanangkan Tol Laut dan Poros Maritim dapat terwujud,” ujarnya (*)