INFO DPR - Komisi III DPR RI menerima keluhan masyarakat Karawang, Jawa Barat, yang notabene berprofesi sebagai petani yang didampingi Tim Advokasi Petani Karawang (TAMPAR), Kamis, 30 Agustus 2018. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik mengatakan tugas DPR RI menerima pengaduan dari berbagai elemen masyarakat yang memiliki masalah dengan aparat penegak hukum.
“Hal tersebut menjadi bagian dari fungsi pengawasan kami terhadap mitra kerja kami. Namun kami di sini tidak bisa mengintervensi proses hukum yang tengah berlangsung dalam permasalahan atau kasus hukum yang melibatkan bapak dan ibu semua,” ujar Erma kepada para pelapor di ruang rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan Jakarta.
Pimpinan dan Komisi III DPR RI sepakat akan menindaklanjutinya dengan mempertanyakan kepada mitra kerjanya, Polri dan aparat penegak hukum lainnya.
Perwakilan dari TAMPAR Jhonson Pandjaitan melaporkan ketidaknetralan Pengadilan Negeri Karawang dan aparat Polri dalam menangani konflik sengketa tanah antara masyarakat petani di tiga desa di Karawang dan PT Sumber Air Mas Pratama atau PT Buana Makmur Indah, selaku anak perusahaan dari PT Agung Podomoro Land.
Dijelaskan Jhonson, kasus itu bermula dari gugatan masyarakat kepada anak perusahaan PT Agung Podomoro Land atas tanah seluas 65 hektar. Tanah tersebut kemudian digugat balik ke Pengadilan Negeri Karawang dan mengabulkan tuntutan tersebut, namun atas tanah seluas 350 hektar. Artinya, ada sekitar 285 hektar tanah yang bukan milik si penggugat malah ikut dikabulkan dan dieksekusi.
“Konflik tersebut diperburuk dengan adanya eksekusi oleh Pengadilan Negeri Karawang yang dibantu oleh aparat kepolisian sekitar 12 ribu polisi dan brimob yang ikut mengeksekusi tanah petani di tiga desa yakni Desa Wanasari, Desa Wanakerta, dan Desa Marga Mulya dan dipimpin langsung oleh Kapolres Karawang, Daddy Hartadi,” papar Jhonson.
Dan yang lebih mengenaskan, lanjutnya, aparat kepolisian juga menggunakan berbagai persenjataan yang lengkap dalam eksekusi tanah petani tersebut. Hal ini tentu menjadi sebuah preseden buruk bagi citra polri. (*)