INFO DPR - Komisi II DPR RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur batasan yang jelas terkait dana kampanye pemilihan umum legislative dan pilpres 2019. Menurut Anggota Komisi II DPR Dadang S Muchtar dalam rapat kerja dengan KPU, Bawaslu dan Kemendagri di Gedung DPR, Senin, 3 September 2018, harus ada batasan waktu penggunaan dana kampanye.
“Jadi harus ditegaskan kapan dana kampanye itu mulai digunakan. Sebab, dana yang digunakan itu besar. Itu sekedar rambu-rambu dalam undang-undang, harus ada pembatasan waktu. Kalau pilkada ini tidak dievaluasi, maka bukan tidak mungkin setiap hari ada operasi tangkap tangan kepada bupati atau walikota oleh KPK,” kata Dadang.
Wakil Ketua Komisi II yang menjadi pimpinan rapat, Nihayatul Wafiroh sepakat atas usulan tersebut. Memang harus ada batasan yang jelas kapan dana kampanye partai politik atau calon legislatif atau capres dan cawapres didaftarkan ke KPU dan batas akhir laporan dana kampanye.
Selain itu, menurut Nihayatul, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga berhak mendapatkan dana salinan kampanye untuk mengetahui aliran dana yang masuk selama kampanye pemilu 2019.
KPU menjelaskan jika aturan tentang dana kampanye sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 24 Tahun 2018. Dalam peraturan itu sudah disebutkan jika pelaporan dana kampanye dilakukan dengan pembukuan yang memuat rekening khusus dana kampanye. Laporan pembukuan ini terpisah dengan nomor rekening partai. Di dalam pembukuan itu harus memuat saldo awal dan saldo perolehan dana kampanye termasuk jumlah perhitungan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
Disebutkan Komisioner KPU Arief Budiman, laporan awal dana kampanye ini seharusnya sudah disampaikan H-1 atau sehari sebelum kampanye dimulai pada 23 September 2018. Jadi batasan akhir melaporkan dana kampanye adalah pada 22 September 2018 dan penutupan dilakukan H+1 setelah kampanye berakhir. Kemudian, pelaporannya disampaikan setelah 14 hari.
“Tapi jika sudah ditutup, tidak boleh terima lagi dana kampanye,” kata Arief.
Mengenai aturan dana kampanye, menurut pemerintah, semua pihak dapat menjadikan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 329 ayat 7, sebagai acuan. (*)