Tempo.Co

DPR Pertanyakan Data Orang Miskin kepada BPJS
Selasa, 04 September 2018
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan bahwa data yang dikeluarkan BPS tentang jumlah orang miskin, berbeda dengan data BPJS Kesehatan tentang coverage dan dengan Kemenkes. Selasa, 4 September 2018. Foto Dok. DPR

INFO DPR - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkestra), Fahri Hamzah bersama Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay serta jajaran anggota Komisi IX DPR melaksanakan rapat dengan Direktur Utama BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan Agus Susanto dan jajaran Direksi BPJS Ketenagakerjaan serta Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Rapat di Gedung Jamsostek, Jakarta, Senin, 3 September 2018 ini menindaklanjuti rapat dengan BPJS Ketenagakerjaan dan temuan tekait pelayanan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Dalam kesempatan itu, Fahri mengatakan bahwa data yang dikeluarkan oleh BPS tentang jumlah orang miskin, berbeda dengan data yang ada di BPJS Kesehatan tentang coverage, juga berbeda dengan yang ada di Kementerian Kesehatan. Karena itu, DPR ingin meminta penjelasan secara teknis, khususnya terkait dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"Kami juga ingin mendengar ke arah integrasi itu, apakah ada. Karena kan apa pun ini, under line-nya adalah universal coverage, yang sebetulnya nanti satu warga negara punya satu identitas saja, apakah itu kesehatan atau ketenagakerjaan," kata Fahri.

Agus menjelaskan dana dialokasikan sesuai yang telah diatur regulasi. Setidaknya BPJS Ketenagakerjaan telah menempatkan ke obligasi, reksadana, deposito dan penyertaan investasi lainnya.

"Investasi selalu laporkan ke pihak terkait, sesuai regulasi ke Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, presiden. Hasil audit dipaparkan di publis di website," kata Agus.

Terkait investasi ke infrastruktur, Agus menekankan, jika investasi tersebut secara tidak langsung melainkan melalui sebuah instrumen. Dia menyontohkan investasi ke tol Sumatera.

“Tidak secara langsung, tetapi membeli surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga. Kita lihat issuernya, jadi dibeli instrumennya," tutur Agus.

Karena masih ada keterbatasan keterangan yang diperoleh, maka dari pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan rapat yang lebih lengkap dengan mengundang sejumlah pihak yaitu Kementeian Hukum dan HAM. (*)