INFO DPR - Anggota Komisi X DPR RI Mohammad Nizar Zahro meminta Kementerian Keuangan untuk mengubah regulasi pembayaran pajak dosen Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) yang tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245 Tahun 2008. Sebab, nilai pajak penghasilan (PPh) yang diwajibkan kepada para dosen dinilai terlalu besar, sehingga besaran pajak yang diwajibkan tidak ekuivalen dengan besaran pendapatan para dosen.
“Ternyata dosen-dosen Indonesia yang ada di luar negeri itu taraf hidupnya tidak berbanding dengan yang ia dapatkan. Di satu sisi, ia sudah memberikan ilmunya kepada mahasiswa, tapi di sisi lain, ia harus membayar pajak yang lebih tinggi. Itu PR pertama yang harus kita sampaikan ke Menteri Keuangan, agar regulasinya diubah,” ungkap Nizar saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Panja Kelembagaan dan Akreditasi Prodi Pendidikan Tinggi Komisi X DPR RI ke Universitas Airlangga, Jawa Timur, Kamis, 13 September 2018.
Nizar memberikan perumpamaan, jika gaji yang diterima oleh dosen sebesar Rp 7 juta, lalu dikurangi pajak yang besarannya mencapai 10 persen, para dosen hanya menerima pendapatan sebesar Rp 6,3 juta dalam satu bulan. Menurutnya, jika dosen yang mengajar masih sama tinggal di Surabaya, tidak perlu terbebani biaya transportasi. Namun bagaimana jika dosen tersebut berdomisili di luar daerah seperti di Sidoarjo, Gresik, Lamongan atau mungkin Bangkalan, tentu saja akan menambah pengeluaran dosen tersebut.
Dia berharap ada dispensasi khusus untuk mengurangi PPh bagi dosen dan profesor di PTN-BH. Kemenkeu perlu mengkaji kembali besaran pajak yang harus dibayarkan oleh tenaga pengajar khususnya di PTN-BH, mengingat PTN-BH merupakan lembaga pendidikan, dan jangan diperlakukan sama seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kemenkeu dapat menetapkan pajak yang lebih murah yaitu sebesar 5 persen, agar para dosen mampu memenuhi kebutuhannya dan memberikan seluruh kemampuannya untuk mencerdaskan anak bangsa, sehingga tujuan PTN-BH sebagai perguruan tinggi berkelas dunia pun akan tercapai. (*)