Tempo.Co

Kendati BPJS Defisit, Layanan Kesehatan Tidak Boleh Berhenti
Selasa, 18 September 2018
Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pelayanan kesehatan diharapkan tidak berhenti kendati BPJS mengalami defisit. Nusantara III, di Gedung DPR RI, Selasa, 18 September 2018. Foto (Tempo/Sukarnain)

INFO DPR -  Kendati Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) defisit Rp 16, 5 triliun, pelayanan kesehatan melalui BPJS diharapkan tidak berhenti.  Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan Komisi IX memberi tenggang waktu bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah internal terkait persoalan defisit BPJS dan hal terkait pelayanan kesehatan lainnya. Menurut Dede, di Jakarta, Selasa, 18 September 2018, antara pemerintah yakni Menteri Kesehatan, Kementerian Keuangan dan BPJS masih berargumentasi terkait hal itu.

Menurut Dede, tadinya peraturan direktur tentang pelayanan jaminan pelayanan kesehatan terkait katarak, anak bayi lahir sehat dan fisioterapi dicabut dari tanggungan BPJS. Akan tetapi direksi BPJS masih berargumentasi bahwa jika layanan itu dicabut akan mengganggu.

“Ini, itu dan sebagainya cukup alot perdebatannya. Padahal kalau itu dicabut pun kerugian hanya Rp 300 miliar, tidak signifikan Tapi kelihatannya kondisi masih alot maka kami memberi tenggang waktu bagi pemerintah untuk menyelesaikannya secara internal,” ujar Dede.

Jika pembahasan itu sudah selesai diputuskan secara internal, pihaknya akan mengundang pemerintah kembali dua minggu ke depan. Dalam rapat kerja yang dilakukan DPR, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dan Dirut BPJS Fachmi Idris, di Gedung DPR kemarin, dilaporkan jika BPJS defisit Rp 16,5 triliun. Kemudian laporan BPKP mensortir kembali dari Rp 16,5 triliun itu ternyata BPKP mengatakan hanya Rp 11 triliun. Angka itu kemudian dikalkulasi kembali oleh Menteri Keuangan dan akhirnya mengatakan diturunkan alokasi dana sekitar Rp 5 triliun ke Rp 4,993 triliun untuk mengcover tunggakan-tunggakan berjalan.

“Kemarin kami rapat sampai jam 09.00 malam, 14.00. Cukup alot perdebatannya. Tetapi intinya adalah pemerintah mengatakan menyadari bahwa ada defisit Rp 11 triliun yang akan ditangani,” kata Dede.

Pertama kali yang akan dilakukan pemerintah adalah Rp 5 triliun yang menjadi Rp 4,993 akan diberikan pelaporan kembali. Sempat dikemukakan, untuk menutup tunggakan itu akan diambil dari cukai rokok. Sebesar 70 persen-nya boleh dipakai untuk fungsi BPJS Kesehatan.

Dede berharap dengan sejumlah penyesuaian itu nanti, pelayanan  kesehatan tidak berhenti sebab ada beberapa yang terkena yang dampak seperti farmasi obat-obatan sudah tidak dibayar Rp 3,5 triliun, di rumah sakit monokromatik mencapai Rp 2 triliun lebih yang belum belum terbayarkan

“Itu berdampak kepada para petugas kesehatan para dokter para perawat yang mengatakan bahwa 'kami baru dibayar jatuhnya itu tiga bulan kemudian atau empat bulan kemudian'. Mana ada orang mau bekerja dengan tunggakan empat bulan,” kata Dede.

Dia berharap dalam pertemuan selanjutnya Menteri Keuangan mempunyai solusi. Sebab, jika berencana menaikkan tarif dan membebankan jaminan kepada masyarakat tidak tepat. Rencananya, iuran layanan kesehatan Kelas III senilai Rp23 ribu per orang per bulan akan dinaikkan menjadi Rp36 ribu setiap bulan. Dengan demikian defisit yang dialami sebesar Rp 13 ribu dari setiap orang sudah selesai ditangani. (*)