Tempo.Co

Kebijakan Impor Beras Harus Dengan Kajian
Kamis, 20 September 2018
DPR akan memanggil pemerintah terkait polemik impor beras tahun ini. Nusantara III, Gedung DPR RI, Kamis, 20 September 2018. Foto (Tempo/Sukarnain)

INFO DPR - Anggota Komisi VI DPR RI Hamdhani menilai jika kebijakan pemerintah melakukan impor beras tentu dengan pertimbangan yang tidak serta merta tanpa suatu analisa, kajian dan proses. Menurut Hamdhani dalam diskusi “Polemik Impor Beras” di Gedung DPR, Kamis, 20 September 2018, pengambilan kebijakan ini untuk melakukan importasi beras tidak semata-mata berada di tangan Kementerian Perdagangan. Akan tetapi  melalui keputusan rapat koordinasi Kementerian atau lembaga terkait yang dipimpin oleh Menko Perekonomian dan dihadiri oleh Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Bulog,  Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian.

“Jadi  secara teknis, pemerintah sudah melihat ada kebutuhan yang sangat urgent untuk ke depan, dengan kajian-kajian ini, mungkin dengan angka-angka yang dipersiapkan untuk 6 bulan ke depan,” ujar Hamdhani.

Dia memahami jika pemerintah menilai ada keperluan yang sangat mendesak. Ditambah lagi kemungkinkan dalam skala  ke depan Indonesia akan menghadapi musim hujan,  kemudian faktor paceklik, serangan hama wereng dan ada  hal-hal lain yang untuk menjaga stok agar pangan tetap terkendali dan tidak terkena inflasi.

“Apalagi dari data Kementan, lahan-lahan kita sudah mulai menyusut. Oleh karena  pertimbangan-pertimbangan inilah yang dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan impor,” kata Hamdhani.

Sementara itu, Mantan Kepala Bulog Rizal Ramli mengatakan  pada dasarnya Indonesia adalah negara yang mataharinya sepanjang tahun. Berbeda dengan di Skandinavia yang mataharinya hanya 60 hari setahun, dan harus menanam makanan dengan cepat supaya bisa disimpan untuk satu tahun.

“Tidak ada negara di dunia yang mataharinya luar biasa seperti kita dan Brazil. Dan sekarang Brazil sudah mandiri eksportir gula, eksportir sawit nomor dua di dunia dan lain-lainnya,” kata Rizal.

Selain itu, Indonesia juga punya air yang banyak sekali dan berlimpah. Di wilayah Australia, sebanyak tiga per empat negaranya gurun pasir tak ada air hujan.

“Oleh karena itu seharusnya kita menjadi Lumbung Pangan untuk Asia paling tidak, kalau tidak dunia, bisa kalau kita mau.Tentunya harus ada Program Jangka Menengah, tidak bisa cepat. Hitungan saya 4-5 tahun, kita bisa jadi produsen pangan , Gudang Pangan Asia,” ucap Rizal.

Rizal tidak menampik jika impor beras atau bahan pangan lain menguntungkan kartel-kartel impor. Keuntungan yang didapatkan mereka luar biasa besar. Karena harga gula, daging, beras, bawang putih dari luar negeri itu sangat murah sekali bahkan lebih dari setengah dari  harga di Indonesia karena barang  yang masuk menggunakan sistem kuota.

Ketika menjabat sebagai Menko Maritim dalam Kabinet Kerja, Rizal pernah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agara mengubah sistem quota menjadi sistem tariff. Siapa saja boleh mengimport asal membayar tarif 25 persen. Dengan demikian, otomatis harga daging yang datang turun 75 persen,  harga gula akan turun 75 persen,  harga dedelai akan turun dan harga beras dan lain-lain akan turun.

Oleh karena itu, Rizal berharap, pemerintah tidak melakukan impor. Sebaiknya kebijakan impor dilakukan jika iklim dan cuaca di Indonesia memburuk. “Jadi kami minta janganlah. Kita memang perlu impor, saya memang  tidak anti impor tetapi saya katakan kalau bakal ada el nino , suhu panas harus impor. Akan tapi kalau musim hujan jangan,” ucap Rizal. (*)