Tempo.Co

RAPBN 2019 Dinilai Pro Rakyat
Selasa, 25 September 2018
Diskusi dialektika demokrasi kali ini membahas pertumbuhan ekonomi dan kaitannya dengan RAPBN 2019. Nusantara III, 29. Nusantara 1 & 2. Selasa, 25 September Foto (Tempo/Sukarnain)

INFO DPR - Struktur RAPBN 2019 yang diajukan pemerintah dinilai sangat mendukung program-program yang mendukung rakyat kecil. Dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk RAPBN 2019 dan Tantangan Pembangunan Nasional di Gedung DPR, Selasa, 25 September 2018, program-program pemerintah ini sangat pro rakyat karena ingin menginvestasikan jumlah yang sangat besar itu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu dilihat  dari sisi biaya operasional sekolah, untuk meningkatkan kualitas pendidikan,  meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui peningkatan jumlah penduduk yang menerima jaminan kesehatan nasional JKN melalui BPJS dan meningkatkan jumlah penerima beasiswa Bidikmisi jumlah penerima beasiswa LPDP.

Selain itu dikatakan Misbakhun,  dalam alokasi anggaran RAPBN 2019, pemerintah juga terus meningkatkan upaya pembangunan infrastruktur kemudian meningkatkan jumlah dana desa dari Rp 60 triliun menjadi Rp73 triliun.

Menurutnya, ini adalah sebuah kebijakan bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pembangunan infrastruktur di daerah, Di tingkat desa membangun Indonesia dari pinggiran pedesaan ditingkatkan kualitasnya yaitu pondok bersalin desa atau polindes, jalan-jalan dan infrastruktur dibangun untuk meningkatkan kualitas tersambungnya pembangunan antara desa dengan perkotaan.

“Artinya, hak untuk pembangunan yang lebih berkeadilan lebih bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujar Misbakhun.

Sementara itu, narasumber lain yakni Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy  mengatakan jika  APBN tidak hanya mengedepankan alokasi, tetapi APBN juga harus bicara bagaimana stabilisasi dan distribusi.

Ichsan mencatat, ada 9 tantangan yang akan dihadapi Indonesia. Empat diantaranya adalah tantangan dalam negeri dan 5 adalah tantangan eksternal. Dari keempat tantangan internal itu persoalan pertama yang akan dihadapi Indonesia adalah pelemahan rupiah.  

“Pada hari ini satu jam yang lalu rupiah mencapai Rp14.910. Jadi dampak dari rupiah yang melemah itu saya hitung pada posisi bagaimana RAPBN 2019,” ujarnya.

Kedua, karena ekspor tidak naik, dengan perhitungan BI dan BPS terakhir neraca pembayarannya tetap negatif posisinya. Defisit transaksi berjalan mencapai 3 persen dan tidak bergeser,

Ketiga, terjadi gejolak harga karena saat ini  bahwa harga minyak dunia  mencapai 80 dolar per barel, di mana ini adalah harga tertinggi sejak 2008. Sementara asumsi RAPBN 2019 hanya 70 dolar per barel yang ber dampak  pada  perhitungan stress test.

“Harga minyak naik ini ikut menarik harga pertambangan yang lain, mengerek  harga batu bara, mengerek harga gas, harga sawit. Dalam bahasa sederhana terjadi gejolak harga. Gejolak harga itu dalam ilmu ekonomi akan berdampak -pada apa yang disebut oleh importir- inflation,” ujar Ichsan.

Kemudian, keempat, karena inflasi maka, apa yang dicapai oleh Jokowi dengan menyebut ketimpangan dari 0,408 bergeser menjadi 0,389. Padahal  pada hakekatnya tetap tidak bisa dicapai apa-apa. Terbukti tulisan nota keuangan RAPBN 2019 tetap dinyatakan gini ratio tidak bergeser pada posisi 0,389. 

“Dalam bahasa sederhana, pada posisi 1,2,3,4 ini menunjukkan pundamental kita, saya jawab tetap rapuh,” ucap dia. (*)