INFO DPR - Selama ini Komisi VIII DPR RI telah ikut memperjuangkan nasib para guru honorer atau pengajar di sekolah-sekolah madrasah. Dikatakan Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati di Gedung DPR, Selasa, 25 September 2018 salah satu upaya yang pernah dilakukan untuk memperjuangkan nasib para guru tenaga honorer adalah Komisi VIII tidak menandatangani dan menyetujui APBN jika hutang untuk membayar guru honor tidak segera dilunasi oleh pemerintah. Ketika itu, pemerintah belum mengganggarkan gaji tenaga honor yang jumlahnya mencapai Rp 4 triliun.
“Waktu itu, menjadi kesepakatan lintas fraksi di Komisi VIII DPR RI,” ujar Rahayu.
Menurut Rahayu, revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Revisi UU ASN) akan berhubungan dengan nasib dan kesejahteraan para guru yang belum mendapat sertifikat, apalagi saat ini, pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil masih terganjal moratorium. Rahayu memahami permasalahan-permasalahan itu harus dihadapi para tenaga honor.
Rahayu mengakui jika saat ini anggaran yang diajukan pemerintah bagi upah guru honor di madrasah belum maksimal. Namun, melalui rapat dengan pemerintah, pihaknya akan meminta Dirjen memprioritaskan upah guru honor. Sehingga tidak ada hutang yang harus dibayarkan pemerintah di kemudian hari.
“Karena hutang yang lalu itu sudah lunas, saya harapkan tidak ada hutang lagi. Akan tetapi, kalau ada hutang lagi karena ada kebijakan pemerintah yang tidak mengganggarkan gaji-gaji tenaga guru honor, -saya sudah sampaikan kalau ada hutang lagi-, ini akan menjadi catatan kritis untuk Anggota DPR di Komisi VIII,” ujarnya.
Sebelumnya Ketua DPR Bambang Soesatyo menyampaikan jika DPR RI bertekad segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang terkait Perubahan atas UU ASN Karenanya, DPR RI meminta pemerintah segera mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) agar Panja DPR RI bisa segera menyelesaikan revisi UU ASN. (*)