INFO DPR – Anggota parlemen RI satu suara meminta pemerintah Indonesia menunda (moratorium) kebijakan mengirim tenaga kerja ke Arab Saudi. Hal ini dikarenakan pemerintah Arab Saudi sudah melanggar etika diplomasi dan hukum kebiasaan internasional.
Dalam diskusi dialektika demokrasi bertema 'Daftar Panjang TKI Dihukum Mati' di Gedung DPR, Kamis, 1 November 2018, Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengutuk eksekusi yang dilakukan pemerintah Arab Saudi terhadap pekerja migrant Indonesia Tuti Tursilawati.
Pernyataan ini menurutnya tidak hanya karena tidak adanya notifikasi kepada pemerintah Indonesia, akan tetapi dirinya tidak sependapat terhadap segala bentuk eksekusi hukuman mati.
“Terkait dengan eksekusi ibu Tuti yang dilakukan yang dilakukan tanpa notifikasi. Tentu saja kalau kita bicara diplomasi, kita bicara hukum internasional bahwa pemerintah Arab Saudi sudah melanggar etika diplomasi dan hukum kebiasaan internasional,” kata Charles.
Sebab, dikatakan Charles, ada konvensi WINA tahun 1963 yang berkaitan dengan kekonsuleran yang memang belum diratifikasi oleh Arab Saudi tetapi memang sudah menjadi kebiasaan internasional. Dalam kebiasaan masyarakat internasional, apabila akan mengeksekusi warga negara, suatu negara memberikan notifikasi kepada negara yang bersangkutan. Kebiasaan itu sudah menjadi hukum internasional yang mengikat pada setiap negara yang ada di dunia.
“Oleh karena itu, saya juga mendukung penuh apa yang sudah dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri, yang melakukan protes keras kepada pemerintahan Arab Saudi,” ujar Charles.
Sementara itu, narasumber dari Migrant Care Siti Badriah mengatakan jika dirinya kerap terlibat menangani sejumlah kasus TKI. Ada TKI yang terancam hukuman mati dan beberapa diantaranya sudah dieksekusi sejak 2008 namun Arab Saudi tidak pernah memberikan notifikasi kepada pemerintah Indonesia. Sejumlah tenaga buruh Indonesia itu yakni Riyanti, Siti Zainab kemudian Zaini, Tuti Tursilawati.
Dari seluruh eksekusi itu tidak ada notifikasi kepada pemerintah Indonesia. Dan menurut Siti, tindakan ini sudah menyalahi sebuah etika hubungan internasional.
“Padahal kalau kita pikir buruh migran banyak yang ke Arab Saudi dengan alasan satu agama yaitu Islam. Dalam Islam, sesama Islam itu adalah saudara, tetapi pelakuan orang-orang Arab Saudi kepada pekerja migrant Indonesia dalam kenyataannya banyak yang menganiaya,” ujar Siti.
Siti berharap pemerintah Indonesia juga harus membenahi diri. Terutama dalam tatakelola migrasi. Dia berharap, penempatan tenaga kerja Indonesia dialihkan ke tempat lain, seperti Asia Pasific yang lebih ramah daripada didera kasus terus-menerus.
Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha sependapat dengan pemikiran Siti. Menurutnya, saat ini pemerintah Australia sangat membutuhkan tenaga perawat. Tidak ada salahnya pemerintah Indonesia melihat kesempatan ini untuk menyediakan tenaga kerja yang dibekali ilmu keperawatan berstandar internasional.
Dia mendesak pemerintah segera menghentikan mengirim tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi. Atau jika masih dilakukan sebaiknya BNP2TKI dibubarkan saja.
“Sudah saatnya, jangan ada lagi rakyat Indonesia yang menjadi seperti budak di Arab Saudi,” ujar Tamliha. (*)