INFO DPR - DPR RI dan Westminster Foundation for Democracy (WFD) sepakat mendukung semangat dan praktik Keterbukaan Parlemen atau Open Parliament. Pelaksanaan keterbukaan parlemen bertujuan untuk mendorong parlemen semakin terbuka, transparan, akuntabel dan inklusif. Kesepakatan tersebut dihasilkan dalam pertemuan antara Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dengan CEO WFD Anthony Smith di KBRI London, United Kingdom, baru-baru ini.
“DPR RI telah menjamin banyak kerja sama dengan WFD. Mulai dari menggalakkan hak asasi manusia melalui legislasi, meningkatkan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan yang terakhir adalah kerja sama dengan GOPAC, Global of Organization of Parliamentarians Against Corruption dan WFD dalam penyusunan Handbook for Parliamentary Members on SDGs,” kata Fadli Zon.
Fadli Zon didampingi Anggota DPR RI Robert Jopy Kardinal, Anggota DPR RI Mahfudz Abdurrahman, Anggota DPR RI Willgo Zainar, Anggota DPR RI Faisal Muharram dan Anggota DPR RI Jon Erizal.
Sebagai Presiden GOPAC, Fadli Zon menyampaikan peran aktif GOPAC dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip Keterbukaan Parlemen di berbagai forum internasional. Seperti pada forum Inter Parliamentary Union (IPU), International Anti-Corruption Conference (IACC), dan Forum G20.
Menurutnya, atas latar belakang tersebut, DPR RI bersama GOPAC dan WFD sepakat mendorong inisiatif Open Parliament. Dengan deklarasi ini, disertai penyusunan dokumen National Action Plan kepada Open Government Partnership (OGP), kinerja DPR RI sudah menyesuaikan dengan prinsip-prinsip keterbukaan global.
Sementara itu, CEO WFD Anthony Smith mengungkapkan dukungannya terhadap perkembangan Parlemen Indonesia yang ditandai oleh deklarasi DPR RI bergabung ke dalam Open Parliament. Upaya ini, menurut Smith, adalah sebuah langkah maju. Selain akan membuka ruang yang lebih luas bagi publik, Open Parliament juga akan meningkatkan engagement masyarakat dengan segala proses di DPR RI.
Meski Indonesia adalah salah satu inisiator Open Government Partnership (OGP) pada 2011, namun komitmen resmi DPR untuk bergabung Open Parliament, baru di 2018 ini. Sehingga, langkah ini terobosan penting bagi pengembangan institusi DPR, untuk membentuk suatu pemerintahan yang tak hanya transparan dan bersih, namun juga responsif terhadap berbagai permasalahan.
“Saya mencatat, saat ini telah ada beberapa negara yang mendeklarasikan keterbukaan parlemen. Seperti Parlemen Kanada pada 2012, Parlemen Perancis pada 2015, dan Parlemen Indonesia di 2018. Namun, inisiatif positif ini masih perlu dukungan yang lebih luas,” kata Smith.
Kesepakatan tersebut akan dilakukan bulan Desember, bertepatan dengan kegiatan Bali Democracy Forum 2018. (*)