Tempo.Co

Saatnya Lakukan Efisiensi Biaya Pemilu
Senin, 26 November 2018
Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai pelaksanaan pemilihan umum presiden dan pemilihan legislatif menghabiskan biaya tingg, Senin, 26 November 2018. Foto Tempo/Sukarnain

INFO DPR - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dan pemilihan umum legislatif (pileg) menghabiskan biaya tinggi. Karenanya, diperlukan strategi baru untuk menghemat anggaran pelaksanaan pilkada dan pemilu. Salah satunya dengan digitalisasi.

Ketika menjadi keynote speech dalam seminar 'Upaya Mereduksi Political Cost dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia', di Jakarta, Minggu, 25 November 2018, Bambang Soesatyo mengatakan bahwa untuk efisiensi, semua kegiatan perlu menggunakan cara digital, mulai dari persiapan, tahapan, pelaksanaan, pemungutan maupun rekapitulasi.

“Jika pemungutan suara menggunakan sistem elektronik akan menghemat biaya logistik seperti kertas suara, tinta maupun paku," ujarnya.  

Sejumlah narasumber lainya yakni Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi Bibit Samad Rianto, Kepala Satgas Politik Direktorat Dikyanmas KPK Guntur Kusmeiyano, politisi Achmad Mubarok dan Jadi Suriadi.

Menurut Bambang Soesatyo, sebanyak Rp 7 triliun lebih uang negara digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada 2015 yang diikuti 269 daerah. Sementara, di Pilkada 2017 yang diikuti 101 daerah, anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 5,9 triliun. Pada Pilkada 2018 di 171 daerah menghabiskan Rp 15,15 triliun. 

Cara menekan biaya pilkada dan pemilu yang pertama adalah integrasi pendataan pemilih yang selama ini kerap dilakukan terpisah antara pilkada yang satu dan yang lain dengan pemilu nasional. Dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar pemilih Tambahan (DPTb) pada Pilkada 2018. Data itu dapat menjadi DPT Pemilu nasional tanpa perlu pendataan ulang di tahapan Pemilu 2019.

"Integrasi pendataan pemilih bisa menghemat anggaran sebanyak Rp 600-900 miliar. Metode ini berpotensi memberikan efisiensi 90 persen anggaran," ujar Bambang Soesatyo.

Kemudian dengan penerapan sistem elektronik untuk rekapitulasi (e-rekapitulasi) pemungutan dan penghitungan suara. Selama ini, rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga Provinsi. Hal itu memakan waktu lama dan biaya besar.

"Jika dilakukan dengan cara e-rekapitulasi, dapat diperkirakan akan ada penghematan waktu hingga 30 hari. Hasil Pemilu pun dapat diketahui lebih cepat oleh masyarakat. DPR RI menyambut baik kabar bahwa sistem tersebut akan diterapkan KPU secara menyeluruh pasca-Pemilu 2019," katanya.  

KPU Yogyakarta mampu menghemat anggaran Pilkada sebesar 31 persen dengan menggunakan e-katalog untuk pembelian barang dan jasa.

KPU Pusat juga sudah melakukan hal serupa. Untuk pengadaan kotak suara disediakan Rp 948 miliar, setelah lelang di e-katalog kontrak realisasi anggaran hanya Rp 284.185.351.099 atau 29,97 persen dari total pagu. Sedangkan untuk bilik suara, pagunya Rp 196.011.304.500, setelah dilakukan lelang kontrak yang ditandatangani hanya Rp 59.811.190.620 atau 30,51 persen dari total pagu.

Selain itu Kodifikasi UU Pemilu  untuk penyederhanaan anggaran mendapat dukungan dari parlemen. DPR RI mendorong Kemendagri untuk terus mengkaji kemungkinan kodifikasi UU Pemilu tersebut sehingga pada 2024, pemilihan 415 bupati/wali kota dan 34 gubernur dilakukan serentak.  (*)