Tempo.Co

Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Finishing
Selasa, 27 November 2018
Komisi VIII Achmad Mustaqim mengatakan jika pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dalam tahap finishing, Nusantara II, di Gedung DPR RI, Selasa, 27 November 2018. Foto Tempo/Sukarnain

INFO DPR - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dalam tahap finishing. Dikatakan Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim di Gedung DPR, Selasa, 27 November 2018, pembahasan terakhir RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini sudah sampai di Tim Perumus (Timmus). Kendati demikian, masih ada beberapa pengembangan yang perlu diantisipasi seiring dinamika yang terjadi beberapa bulan terakhir ini.

“Itulah sebabnya di Timmus masih ada beberapa revisi. Selain itu memang dari Penggiat Perempuan minta dilakukan rapat dengar pendapat dan memberikan masukan. Pertemuan itu disampaikan sebelum masa reses DPR,” ujarnya.

Lantaran reses, sejumlah agenda legislasi terpaksa dijadwal ulang dan hingga saat ini belum dipastikan kapan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas kembali. Sehingga secara legal drafting belum bisa dikomunikasikan kembali.

Namun, apabila sudah masuk di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi biasanya pembahasan RUU sudah selesai di tingkat pleno di Komisi. Maka pembahasannya sudah kembali ke Badan Legislasi untuk diajukan ke Paripurna.

“Pembahasan RUU ini juga termasuk RUU Pekerja Sosial, ini masuk dalam satu mata rantai. Kami harapkan selesai sebelum akhir tahun ini,” ujar Mustaqim.

Mustaqim menilai jika secara tata bahasa atau terminologi, judul pada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah berlaku universal, dapat menjangkau ke atas maupun ke bawah. Namun apakah nanti pengertian judul itu masuk ke dalam pasal-pasal atau di tingkat operasional pemerintah dalam bentuk PP, masih dalam pembahasan.

Dia mengakui jika selama pembahasan kerap ada perbedaan antara masukan dari stakeholder dan upaya harmonisasi dari Komisi VIII terutama terkait muatan, tata bahasa maupun legal drafting. Undang-Undang, seharusnya tidak mengatur secara teknis melainkan berada dalam cakupan operasional pemerintah.

“Namun, kita mencoba mengalah dan menunggu beberapa masukan lagi,” tuturnya.  

Sementara itu, Choirul Muna mengatakan jika dalam membahas terminology judul dan isi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, saat ini Komisi VIII masih mengundang para ahli dan pakar tata bahasa. Selain itu dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) masih ada pernyataan yang melegalkan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).

“Kami baru menyisir karena dalam DIM itu masih ada cenderung yang melegalkan LGBT, kami tidak berkenan di sana. Kami sedang mendalami dengan ahli bahasa, stakeholder, dan Komnas Perempuan,” kata Choirul Muna. (*)